Jokowi: Stimulus Negara Maju Besar, Ekonomi Tetap Minus

Bisnis.com,14 Agt 2020, 15:34 WIB
Penulis: Maria Elena
Presiden Joko Widodo saat tiba di depan Ruang Rapat Paripurna I untuk menghadiri Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/8/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan penanganan pandemi virus Corona (Covid-19) secara luar biasa telah dilakukan oleh banyak negara di dunia, termasuk negara maju.

Namun, dia mengatakan penurunan ekonomi tetap tidak terhindarkan meski dana stimulus yang digelontorkan sangat besar.

"Pandemi Covid-19 merupakan bencana kesehatan dan kemanusiaan di abad ini yang berimbas pada semua lini kehidupan manusia," katanya saat membacakan Nota Keuangan RAPBN 2021 di Gedung MPR/DPR Senayan, Jumat (14/8/2020).

Dia menuturkan pandemi Covid-19 yang bermula dari masalah kesehatan kini meluas ke sektor-sektor lain sehingga menimbulkan masalah sosial, ekonomi, bahkan ke sektor keuangan.

Jokowi lantas memberikan contoh program yang dilakukan negara-negara maju untuk menghalau dampak Covid-19 ke perekonomian. Dia memberi contoh pemerintah Jerman yang mengalokasikan stimulus fiskal sebesar 24,8 persen dari produk domestik bruto (PDB) negara tersebut.

"Namun, pertumbuhannya terkontraksi -11,7 persen pada kuartal II/2020," ujarnya.

Lebih lanjut, Jokowi juga mengungkapkan Amerika Serikat mengalokasikan stimulus fiskal 13,6 persen dari PDB. Perekonomian Negeri Paman Sam juga mengalami kontraksi hingga -9,5 persen.

Selain itu, dia juga menuturkan bahwa pemerintah China yang juga mengalokasikan stimulus 6,2 persen dari PDB. Ekonomi Negeri Tirai Bambu telah kembali tumbuh positif 3,2 persen pada kuartal II/2020.

"Namun, China tumbuh -6,8 persen pada kuartal I/2020," ungkapnya.

Seperti diketahui, ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 tercatat minus 5,32 persen. Jokowi menjelaskan Undang-undang 2/2020 telah merelaksasi defisit APBN dapat diperlebar di atas 3 persen selama tiga tahun.

Namun pada 2020, APBN telah diubah dengan defisit sebesar 5,07 persen dari PDB dan kemudian meningkat lagi menjadi 6,34 persen dari PDB.

"Pelebaran defisit dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara untuk penanganan kesehatan dan perekonomian meningkat pada saat pendapatan negara mengalami penurunan," ucap Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Feni Freycinetia Fitriani
Terkini