Soal Perpanjangan Relaksasi Restrukturisasi Kredit, OJK Masih Kaji Kebutuhan Bank

Bisnis.com,14 Agt 2020, 13:30 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan hingga saat ini masih melakukan kajian mengenai rencana perpanjangan kebijakan restrukturisasi yang semula akan berakhir pada Maret 2021 menjadi Maret 2022.

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Anung Herlianto mengatakan internal OJK teus melakukan stress testing mengenai skenario kinerja restrukturisasi kredit.

Stress testing itu meliputi presentase debitur yang akan jatuh setelah restrukturisasi dan berapa yang mampu pulih. Setelah melakukan kajian tersebut, OJK juga perlu mempertimbangkan periode perpanjangan kebijakan yang tepat agar memenuhi kebutuhan industri perbankan.

Hanya saja, pihaknya berharap perpanjangan restrukturisasi tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, debitur atau sektor usaha diharapkan bisa pulih lebih cepat. "Ekonomi membaik saat corona menurun dampaknya, kami berharap tidak perlu perpanjangan karena bisa recover lebih cepat," katanya, Kamis (13/8/2020) malam.

Menurutnya, OJK akan berupaya membuat environment yang kondusif bagi bank. Salah satunya, dengan memastikan perpanjangan restrukturisasi pelu dilakukan atau tidak. OJK berupaya agar perbankan dan debitur dapat melakuakn sharing pain sebagai akibat menurunnya aktvitas perekomian akibat pandemi.

"Kita beri environment kondusif bagi bank untuk bisa sharing pain dengan debitur, ventilator tidak terlalu lama kita berikan ke debitur karena mereka bertahap bisa recover," katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Perbanas Kartika Wirjoatmodjo yang juga komisaris utama BRI mengatakan telah melakukan survei pada tiga juta nasabah yang mendapatkan restrukturisasi di perseroan tersebut. Survei dilakukan dengan melihat kemampuan nasabah bertahan setelah pandemi berlalu.

Hasilnya, diproyeksi sekitar 30% dari nasabah yang disurvei, akan tutup. Proyeksi ini dinilai lumayan baik karena hanya 30% yang terdampak paling buruk sehingga rasio kredit bermasalah dinilai masih akan terjaga.

"Kebanyakan mereka butuh gimana mulai usaha, saat ini paket pemerintah beragam, ada program subsidi bunga, penempatan dana, dan penjaminan kredit. Kuartal IV/2020 dan kuartal I/2020 kita bisa lihat perkembangan ini," sebutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini