17 Agustus, Mendiang Leo Kristi Nyanyi Merah-Putih Lagi, Seribu Matahari Bersinar

Bisnis.com,16 Agt 2020, 13:56 WIB
Penulis: M. Syahran W. Lubis
Leo Kristi Imam Sukarno/YouTube

Bisnis.com, JAKARTA – Setiap menjelang HUT Kemerdekaan RI, sama seperti menjelang 20 Mei Hari Kebangkitan Nasional, ingatan saya melambung kembali ke penyanyi petualang Leo Kristi.

Bagi LKers, sebutan untuk penggemar Konser Rakyat Leo Kristi, kepergian Oom Leo pada 21 Mei 3 tahun lalu dalam usia 67 tahun, hanya 1 jam setelah bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional, tak pernah mematikan gema dari lagu-lagunya yang penuh semangat.

Ya, sang Troubadour bernama Leo Imam Sukarno itu seolah tak pernah mati. Setiap 20 Mei dan 17 Agustus, Leo bangkit kembali untuk bernyanyi. Dia memang selalu mengumandangkan semangat kebangsaan Indonesia. Lagu-lagunya adalah tembang Merah-Putih, meski tak selalu tentang keindahan, melankan juga ada yang mencerminkan semburat kesedihan.

Berikut 10 lagu Merah Putih Leo Kristi, di antara sekitar 100-an lagu yang pernah dilahirkannya.

Dirgahayu Indonesia Raya (album Nyanyian Tambur Jalan, 1980)

Ada seribu matahari bersinar/Di antara silaunya aspal jalan/Kakiku terantuk batu-batu hitam tajam/Di seberang gembira lagu-lagu mars kemenangan/Aku teringat akan bapakku yang bersujud/Di dalam gelap gulita di sana/Ada seribu matahari bersinar/Di antara silaunya aspal jalan/Dirgahayu, Dirgahayu, Indonesia Raya

 

Memorial Sudirman (album Nyanyian Malam, 1976)

Tegap bayang-bayang berpedang (aeo, tiada o tiada)/bungkukkan badan, membelai rambutmu/Mengusap wajah lembut kumal seraya berbisik tabahlah hatimu/adikku tidur lah kau di dadaku/Anak Sudirman tertidur di bawah telapak kakimu

 

Gulagalugu Suara Nelayan (album Nyanyian Tanah Merdeka, 1977)

Berayun ayun laju perahu Pak Nelayan/Laju memecah ombak perahu Pak Nelayan/{Buih-buih memercik di kiri-kanan} 2x, perahuuuu…Jauh di kaki langit terbentang layarmu/Kadang naik, kadang turun, dimainkan oleh ombak/Badai laut biru

Salam Dari Desa (album Deretan Rel Rel Salam Dari Desa, 1985)

Anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka/Nyanyi - nyanyi bersama-sama di tanah-tanah gunung/Anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka/Nyanyi - nyanyi bersama-sama tapi bukan kami punya/Tanah pusaka tanah yang kaya/Tumpah darahku di sana kuberdiri/Di sana kumengabdi dan mati dalam cinta yang suci

 

Bedil Sepuluh Dua Jelang Empat Puluh Tahun Merdeka (album Nyanyian Tambur Jalan, 1980)

Kubeli bedil sepuluh dua di jalan pulang Surabaya/Tidak untuk menembakmu, bung!/Peringatan dalam diam,tidak satu lelap di sini/Jelang empatpuluh tahun merdeka, malam lebih dingin dari biasa/Sreek sreek sreek tatak tatak tatak/Sreek sreek sreek tatak tatak/Suara penyapu jalan, berpadu dengan kereta

Berjanjilah dalam janji/Di perjalanan semakin sukar ini/Berjanjilah dalam janji/Hati semakin tegar

Surabaya Bernyanyi (album Lintasan Hijau Hitam, 1983)

Anak2 senyum dan bernyanyi, di bawah pandan-duri, tatap hidup dan mati/Di hari kampung kemesraan lintas jalan layang ke Taman Walikota/Tatap hidup dan mati, berani/Surabaya-ku bernyanyi, bernyanyi. Tatap hidup dan mati, berani/Surabaya-ku bernyanyi, bernyanyi!Ooo leiiyo… leiiyo…

Tepi Surabaya (album Nyanyian Tanah Merdeka, 1977)

Tepi-tepimu Surabaya di mana kita mulai semua ini/Gema nyanyian pahlawan kini jadi nyanyian wayang/Tepi-tepimu oh, Surabaya/Gelap turun bagi jalan perempuan tua/Nenek bukalah pintu yang kuketuk/Tapi tidak dengan air matamu

 Minna Minkum Nusantara (album Lintasan Hijau Hitam, 1983)

Tanah basah hujan pertama kususuri bedug subuh jalan setapak/jadikan persemaian keadilan/kuncup-kuncup putra bangsa besar/Tersenyum dan menangis, tersenyum dan menangis, dengar suara/bapak pemimpin kerja keras bagi sejahteranya negara/Salam persahabatan seratus lima puluh juta pada dunia/Tabuhlah-tabuh di segenap penjuru Gong2 rakyat gong2 persadaMinna-minkum Nusantara senyum tangis di hatiku

Nafas Anak Merdeka (album Nafas Anak Merdeka, 1990)

Pahit manis asin segarlah ragamu/pahit manis asin segarlah jiwamu/Pahit manis asin segarlah merdeka/Pahit manis asin segarlah merdeka Bung

Oh Surabaya (album Nyanyian Fajar. 1985)

Kudengar tuter dan tuter/Mesin-mesin berbunyi riuh, riuh/Roda-roda berputar, dari pagi ke pagi/Tiada pernah berhenti, tiada pernah berhenti/Siapkan ransel, gitar dan tenda, keluar kota pergi bersama

Kulihat surya di timur, burung-burung bernyanyi, riang, ria/Bangau terbang berarak, kuncup randu merekah/Awal musim panas tiba…awal musim panas tiba

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Syahran W. Lubis
Terkini