Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai porsi kepemilikan asing pada industri perbankan di Indonesia masih rendah. Investor asing yang menanamkan modal di industri perbankan Indonesia pun dinilai seharusnya bukan menjadi kekhwatiran.
Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto mengatakan industri perbankan Indonesia masih perlu modal dari investor asing yang akan mendorong kinerja perbankan di Indonesia.
Hal yang terpenting dari investasi asing pada industri perbankan Indonesia adalah komitmen untuk menumbuhkan sektor jasa keuangan.
"Ini yang selalu banyak dikhawatirkan kenapa OJK terus mengundang asing untuk masuk dan seterusnya, kita perlu mereka. Kita perlu modal sebagai pendorong, yang penting adalah mereka berkomitmen," katanya dalam seminar LPPI, Selasa (25/8/2020).
Berdasarkan pemilikan, industri perbankan Tanah Air terbagi dua yakni bank domestik dan bank asing. Bank Domestik terdiri dari bank pemerintah sebanyak 4 bank, Bank Pembangunan Daerah sebanyak 26 bank, dan Bank Swasta Nasional 40 bank.
Kemudian, bank asing terdiri dari bank dengan kantor cabang asing sebanyak 8 bank dan bank mayoritas kepemilikan asing sebanyak 32 bank.
Pangsa pasar aset bank domestik masih menggungguli bank asing. Bank domestik memiliki pangsa pasar aset sebesar 73 persen dan bank asing sebanyak 27 persen.
Menurutnya, kekhawatiran terhadap asing seharusnya tidak perlu. Hal yang terpenting adalah komitmen pemegang saham untuk mendukung bank dan berkontribusi terhadap perekonomian.
Sebelumnya, Anung mengatakan ada dua isu terkait kepemilikan asing pada perbankan Indonesia yakni pemberian kredit yang hanya menguntungkan pihak tertentu hingga dividen yang akan di bawa ke luar Indonesia.
Menurutnya, adanya kepemilikan asing tidak serta akan membuat penyaluran kredit dilakukan ke non-warga negara Indonesia. Pasalnya, regulasi di Indonesia tidak memungkinkan adanya penyaluran kredit kepada warga negara asing.
Selain itu, investor asing akan cenderung menyetorkan dividen yang didapat untuk menambah permodalan daripada mengambilnya untuk dibawa ke luar Indonesia.
"Siapun pemiliknya, yang penting mampu memberikan modal yang memadai kalau tidak, tidak bisa tumbuh, kapasitas pemilik bank menentukan bank akan terus maju atau berhenti di tengah jalan, atau mundur ke belakang," katanya.
Adapun saat ini rencana Bank Bukopin dimiliki investor asing semakin menemukan titik terang setelah RUPSLB menyetujui private placement KB Kookmin.
Mayoritas pemegang saham Bank Bukopin menyetujui hasil pemungutan suara terkait dengan pelaksanaan penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement kepada KB Kookmin Bank.
Dari informasi yang diterima Bisnis, suara yang hadir sebanyak 8,47 miliar saham. Dari sini, sebanyak 3,87 persen suara atau yang mewakili 328,15 juta saham menyatakan tidak setuju dan 1,98 persen atau 168,03 juta saham abstain terhadap mata acara 3 RUPSLB Bank Bukopin.
Sementara, 94,14 persen suara atau yang mewakili 7,98 miliar saham menyetujui dan total suara setuju sebanyak 96,12 persen.
Private placement ini merupakan kelanjutan dari Penawaran Umum Terbatas (PUT) V yang dilakukan pada Juli lalu. Dalam PUT V, Kookmin Bank mengeksekusi semua haknya dan beberapa pemegang saham minoritas.
Akhirnya, pemodal asal Korea Selatan itu menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan kepemilikan 33,9 persen. Adapun Bosowa yang sebelumnya sebagai pengendali memiliki 23,4 persen.
Saham lainnya digenggam oleh Negara Republik Indonesia 6,37 persen dan pemegang saham publik dengan kepemilikan di bawah lima persen mencapai 36,33 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel