Profesi Perencana Keuangan Diawasi OJK atau Kemenkeu?

Bisnis.com,28 Agt 2020, 11:04 WIB
Penulis: Sekti Widihartanto
Milenial Harus Cerdas Berinvestasi

Kasus hangat yang belum lama mencuat yang melibatkan perusahaan perencana keuangan nampaknya menjadi lonceng peringatan bagi kita semua akan pentingnya untuk mulai memikirkan pengaturan terhadap profesi tersebut.

Pengaturan terhadap profesi keuangan dipandang mendesak tidak saja untuk menjaga kredibilitas profesi tersebut tetapi juga untuk memelihara rasa percaya diri masyarakat terhadap jasa yang ditawarkan.

Perencana keuangan melakukan pekerjaan mereka melalui konsultasi dengan klien mereka untuk menganalisis tujuan keuangan mereka, toleransi terhadap risiko, tahapan kehidupan dari kliennya, dan mengidentifikasi jenis investasi yang cocok dalam rangka mencapai tujuan tersebut (Scott, 2020).

Kebutuhan terhadap perencana keuangan akan muncul manakala seseorang merasa bahwa situasi keuangannya semakin kompleks. Persoalannya adalah mendapatkan perencana keuangan yang baik merupakan tantangan tersendiri, terutama jika kerangka aturan (regulatory framework) yang dibutuhkan belum tersedia.

Dengan jumlah orang super kaya (ultra-high net-worth individuals/UHNWI) menduduki urutan 45 dunia (tertinggi kelima di dunia) berdasarkan The Wealth Report 2020 serta didukung oleh perubahan status Indonesia menjadi negara upper middle-income country, hal ini jelas membuka peluang bagi berkembangnya profesi perencana keuangan. Ditambah lagi dengan semakin tingginya kesadaran kelompok muda (milenial) dalam berinvestasi.

Data Kementerian Keuangan pada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) Ritel Seri ORI017 pada Juli lalu misalnya, dari 42.733 investor, lebih dari setengahnya (23.949) adalah investor baru dan dari kalangan muda. Dengan kondisi tersebut maka inilah momentum yang tepat untuk mengatur profesi perencana keuangan.

Sebuah regulasi dibutuhkan setidaknya karena tiga alasan. Pertama, untuk mendorong agar pasar dapat bekerja secara efisien. Di sini secara implisit berarti bahwa regulasi menjaga agar persaingan berjalan dengan sehat. Kedua, regulasi diperlukan untuk melindungi hak-hak publik dan konsumen. Ketiga, sebuah regulasi dibutuhkan untuk menjaga kepercayaan publik (public trust) terhadap komoditas dan atau jasa yang dipasarkan.

Pengaturan terhadap profesi perencana keuangan agaknya sudah harus dipikirkan secara sungguh-sungguh setidaknya karena dua alasan. Pertama, kita perlu menjaga momentum tumbuhnya minat investasi di kalangan muda yang merupakan pasar yang cukup besar bagi perencana keuangan di masa depan.

Kedua, regulasi diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik. Regulasi memberikan rasa percaya diri (confident) pada masyarakat ketika mereka berinteraksi dengan perencana keuangan, karena mereka yakin bahwa orang yang memberikan nasihat mengenai perencanaan keuangan masa depannya adalah mereka yang telah memenuhi standar profesi tertentu, hak-haknya sebagai konsumen dilindungi, dan ada otoritas yang mengawasinya.

Ketika kasus yang melibatkan perencana keuangan mencuat ke permukaan belum lama ini, muncul diskursus mengenai lembaga apa yang sebaiknya mengatur profesi ini. Seperti halnya ketika kasus yang kurang lebih serupa yang terjadi pada 2014, sempat muncul wacana di publik agar profesi ini diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

OJK sendiri tampaknya lebih fokus pada karakteristik dari produk-produk keuangan yang ditawarkan dibandingkan dengan aspek profesinya (Bisnis.com, 22 Juli 2020).

Dalam konteks ini saya berpendapat bahwa Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) di Kementerian Keuangan dapat menjadi regulatory body untuk profesi perencanaan keuangan.

Saat ini profesi keuangan yang berada di bawah pembinaan dan pengawasan PPPK adalah akuntan, akuntan publik, teknisi akuntansi, penilai, penilai publik, dan aktuaris, dan dalam waktu dekat akan segera dialihkan fungsi pembinaan dan pengawasan ke PPPK terhadap konsultan pajak, pejabat lelang kelas II, dan ahli kepabeanan.

Ide agar profesi perencana keuangan juga dibina dan diawasi oleh PPPK setidaknya didasari oleh tiga alasan. Pertama, sebagai regulatory body untuk profesi penunjang jasa keuangan, PPPK telah memiliki pengalaman yang matang dan sumber daya yang memadai. Berdiri sejak 1987 (setelah beberapa kali mengalami restrukturisasi), institusi tersebut telah menjadi semacam knowledge base bagi fungsi pembinaan, pengawasan dan pembinaan profesi keuangan di Indonesia.

Selanjutnya, dengan dibina dan diawasi oleh PPPK di Kementerian Keuangan maka secara tidak langsung kita memberikan sinyal yang kuat bahwa publik dan juga kepada profesi bahwa perencana keuangan bukan menawarkan jasa keuangan atau produk investasi melainkan jasa profesional, yaitu jasa konsultasi perencanaan keuangan, sehingga oleh karenanya dibina dan diawasi bersamaan dengan profesi lainnya.

Terakhir, dengan berada di Kementerian Keuangan maka ada semacam pembagian peran antara Kementerian Keuangan (PPPK) dan OJK dalam hal siapa mengawasi apa. Dalam konteks ini, PPPK mengawasi profesi penunjangnya dan OJK mengawasi produk investasi atau perusahaan investasinya. Dengan pembagian peran yang demikian maka fungsi check and balance akan dapat dijalankan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Sutarno
Terkini