Bisnis.com, JAKARTA - Jumlah perusahaan pembiayaan (multifinance) berpotensi akan berkurang akibat pandemi Covid-19, terutama multifinance yang kesulitan mendapatkan pendanaan modal.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan fenomena ini terutama dirasakan multifinance skala menengah dan kecil, serta independen, dengan kata lain bukan anak usaha perbankan atau agen tunggal pemegang merek (ATPM).
Oleh sebab itu, APPI berupaya membangun kepercayaan para pendana lagi, terutama pihak perbankan, bahwa industri multifinance masih punya peluang bangkit, dengan ekosistem yang kian aman dan pengawasan yang ketat.
Salah satunya lewat mendorong para multifinance bergabung ke sistem daftar agunan atau asset registry besutan APPI, di mana merupakan kumpulan data agunan kredit kendaraan, seperti nomor rangka, nomor mesin, nomor sasis, dan nomor plat kendaraan.
"Sekarang yang sudah masuk ke sistem sekitar 42 perusahaan, yang besar-besar sudah banyak yang masuk. Yang sudah bergabung kan berarti lebih bisa dipercaya," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (28/8/2020).
Nantinya, sistem ini bisa menjadi sharing data antar perusahaan pembiayaan, juga bisa digunakan oleh pihak-pihak terkait seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator, dan bank yang ingin mengawasi kinerja multifinance yang didanainya.
Suwandi menjelaskan, karena bergabung dengan sistem ini masih bersifat voluntary, APPI tak bisa memaksa multifinance yang belum bergabung untuk masuk.
APPI hanya berupaya membantu menyediakan ruang agar ekosistem industri pembiayaan semakin baik, yang harapannya bisa menjaga keberlangsungan hidup perusahaan anggota APPI.
"Jadi tergantung kesadaran masing-masing perusahaan. Kalau nanti ada peraturan yang mewajibkan, kondisinya pasti berbeda. Kita hanya berupaya harapannya cara ini bisa ikut mempertahankan ekosistem multifinance menengah dan kecil," tambahnya.
Pasalnya, menurut Suwandi, ekosistem perusahaan pembiayaan menengah dan kecil patut dipertahankan karena merupakan pelengkap segmen masyarakat tertentu. Misalnya untuk masyarakat yang butuh kredit mobil bekas yang umurnya tua.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan menjelaskan hal senada, kesulitan mendapatkan pendanaan memang jadi isu tersendiri bagi perusahaan pembiayaan menengah dan kecil.
Tak menutup kemungkinan, perusahaan ini bisa tutup, apalagi yang memang sudah bermasalah sejak sebelum pandemi Covid-19.
"Ada yang bermasalah sejak sebelum Covid-19, ada yang menurun akibat pandemi. Kita bedakan. Sekitar 8-10% sudah bermasalah sejak sebelum pandemi. Tapi kita optimis, karena dari separuhnya, masalah utamanya itu pemenuhan ketentuan terkait ekuitas," jelasnya.
Bambang menjelaskan, kebanyakan multifinance yang sudah bermasalah sebelum Covid-19 merupakan perusahaan yang terganjal syarat modal minimal senilai Rp100 miliar.
"Kita catat dari 24 perusahaan 70% bisa memenuhi sampai akhir tahun ini. Saya catat ada 5 sampai 6 perusahaan yang tidak mau meneruskan usahanya atau mengembalikan izin. Ini hak mereka. Jadi secara alamiah memang jumlah multifinance akan terkonsolidasi," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel