Dampak Corona, Penyaluran Pinjaman Fintech Melambat Setiap Bulan

Bisnis.com,01 Sep 2020, 18:32 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Ilustrasi teknologi finansial/Flickr

Bisnis.com, JAKARTA — Industri teknologi finansial atau tekfin peer-to-peer lending mencatatkan perlambatan penyaluran pinjaman sejak pandemi Covid-19 menghantam Indonesia. Terganggunya pendapatan masyarakat mengakibatkan turunnya penyaluran dana dan naiknya pinjaman macet.

Berdasarkan Statistik Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Juni 2020 akumulasi penyaluran pinjaman fintech peer-to-peer (P2P) lending mencapai Rp113,46 triliun. Jumlahnya tumbuh 39,23 persen (year-to-date/ytd) dari posisi akhir 2019 senilai Rp81,49 triliun.

Meskipun begitu, terdapat perlambatan penyaluran pinjaman yang terjadi setiap bulannya. Pada Januari 2020, pinjaman tersalurkan tercatat senilai Rp6,89 triliun, kemudian naik 1,74 persen (month-to-month/mtm) pada Februari 2020 menjadi Rp7,01 triliun.

Penyaluran pinjaman pada Maret 2020 pun tumbuh 1,85 persen (mtm) menjadi Rp7,14 triliun. Namun, pada April 2020 penyaluran pinjaman fintech anjlok hingga 50,56 persen (mtm) menjadi Rp3,53 triliun, lalu pada Mei 2020 masih menurun 11,9 persen (mtm) senilai Rp3,11 triliun.

Pada Juni 2020, pertumbuhan penyaluran pinjaman secara bulanan mulai menunjukkan sinyal positif, yakni meningkat 37,94 persen (mtm) menjadi Rp4,29 triliun. Meskipun begitu, Tingkat Keberhasilan 90 (TKB90) fintech terus menurun setiap bulannya atau non performing financing (NPF) industri itu terus menurun.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai bahwa peminjam (borrower) dari fintech P2P lending kebanyakan merupakan masyarakat yang tidak masuk kategori layak oleh perbankan. Hal tersebut membuat risiko pinjaman kepada segmen itu memang tinggi.

Menurutnya, kondisi pandemi Covid-19 sangat menekan tingkat pendapatan segmen masyarakat borrower fintech. Kondisi tersebut setidaknya menyebabkan dua dampak utama, yakni menurunnya penyaluran pinjaman dan naiknya tingkat NPF industri fintech.

"Peminjam itu kesulitan mengembalikan dana karena efek dari terganggunya pendapatan mereka, akibat pandemi, misalnya di segmen pinjaman untuk konsumsi. Peminjam pun sulit untuk membayar tepat waktu, ini pun membuat penyaluran pinjaman [oleh perusahaan fintech] menjadi menurun," ujar Bhima kepada Bisnis, Selasa (1/9/2020).

Dia menjabarkan bahwa peminjam-peminjam perorangan mengalami tekanan besar seiring banyaknya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan tanpa gaji. Hal tersebut membuat para peminjam mempertimbangkan kemampuan bayar sehingga tidak melakukan pinjaman ke fintech.

Adapun, peminjam produktif khususnya usaha menengah, kecil, dan mikro (UMKM) terkendala oleh kondisi usaha yang sulit sehingga pendapatannya menurun. Menurut Bhima, sekitar 90 persen UMKM terdampak oleh adanya Covid-19 dan kondisi itu akan memengaruhi banyaknya pinjaman ke fintech.

Bhima menilai bahwa dalam kondisi penuh tantangan seperti saat ini, industri fintech P2P lending harus memiliki manajemen risiko yang lebih baik agar bisa menekan tingkat NPF. Industri dinilai perlu melakukan sejumlah inovasi dalam pencegahan risiko kredit macet melalui big data dan kecerdasan buatan.

"Know your customer [KYC] sangat penting untuk memahami karakteristik calon peminjam. Kemudian, perusahaan-perusahaan pun bisa membagi per sektor, misalnya risiko pinjaman konsumsinya sedang tinggi dipindahkan ke sektor pertanian, yang masih tumbuh positif pada kuartal II/2020," ujar Bhima.

Dia pun menilai bahwa industri fintech harus lebih selektif dalam memilih calon borrower. Jumlah borrower yang mulai tumbuh pada Juni 2020 harus diseleksi dengan baik agar tidak membuat tingkat NPF semakin meningkat, tetapi justru memacu tumbuhnya penyaluran pinjaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini