Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi umum dan jiwa mengalami kondisi yang berbeda pada masa pandemi Covid-19, di mana asuransi kerugian berhasil menumbuhkan rasio permodalannya tetapi asuransi jiwa masih menghadapi tantangan.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan bahwa secara agregat, rasio permodalan atau risk based capital (RBC) industri asuransi masih berada di atas batas minimal, yakni sebesar 120 persen. Meskipun begitu, rasio tersebut cukup terpukul oleh adanya pandemi.
Menurut Wimboh, pada Juli 2020 industri asuransi umum mencatatkan RBC 321 persen, menurun dibandingkan posisi Desember 2019 sebesar 345 persen. Meskipun begitu, angka tersebut telah tumbuh dari posisi terendah tahun ini pada Maret 2020 sebesar 297,3 persen.
Lain halnya, pada Juli 2020 industri asuransi jiwa mencatatkan RBC 502 persen, menurun cukup dalam dari posisi Desember 2019 yang masih sebesar 789 persen. Meskipun begitu, angka tersebut sudah meningkat dari posisi terendah tahun ini pada Juni 2020 yang sebesar 489 persen.
"Secara agregat, RBC asuransi jiwa dan asuransi umum berada di atas treshold dengan nilai masing-masing sebesar 502 persen untuk asuransi jiwa dan 321 persen untuk asuransi umum. Namun, terdapat beberapa asuransi yang memiliki RBC di bawah 120 persen," ujar Wimboh dalam Rapat Kerja Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (2/9/2020).
Sejumlah perusahaan yang tercatat memiliki RBC di bawah ketentuan di antaranya adalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero), yang pada akhir 2019 memiliki rasio modal –1.866 persen. Selain itu, berdasarkan laporan keuangan tahun lalu, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 pun mencatatkan RBC jauh di bawah ketentuan, yakni –1.182,39 persen.
Menurut Wimboh, pihaknya terus berupata memberikan sejumlah stimulan agar sektor keuangan dapat terus bangkit di tengah tekanan akibat pandemi. Kebijakan pemerintah menjadi penting untk menjaga sektor tersebut karena pandemi Covid-19 tidak dapat dipastikan kapan akan berakhir.
Sebelumnya, Dosen Program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kapler A. Marpaung menilai bahwa industri asuransi jiwa menghadapi tantangan berat dibandingkan dengan asuransi kerugian karena memiliki porsi aset yang lebih besar di pasar modal, berupa saham dan reksadana.
Menurut Kapler, asuransi jiwa memiliki kontrak yang lebih panjang dibandingkan asuransi umum sehingga penempatan investasinya dilakukan di instrumen pasar modal. Adapun, asuransi kerugian cenderung menempatkan asetnya di instrumen-instrumen seperti obligasi dan deposito.
"Hal tersebut [karakteristik penempatan investasi] kemudian memengaruhi kondisi RBC dari asuransi jiwa yang masih tertekan," ujar Kapler dalam Forum Diskusi Finansial yang digelar Bisnis Indonesia, Selasa (1/9/2020).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel