Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. hari ini menggelar rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) dengan agenda perubahan susunan pengurus perseroan.
Royke Tumilaar, Dirut PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. ditetapkan menjadi bos PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. pada hari ini melalui rapat umum pemegang saham luar biasa.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyampaikan Bank Mandiri dan BNI memiliki segmen bisnis yang mirip. Sehingga, menurutnya, dari sisi pengelolaan bisa jadi tidak akan terlalu banyak perubahan.
Menurutnya, jika benar penunjukkan Royke Tumilaar sebagai Dirut BNI, justru akan positif bagi pengembangan bisnis BNI di masa mendatang. Hal ini karena Royke memiliki pengalaman mengelola bank dengan aset yang lebih besar.
Secara total aset, Bank Mandiri memiliki total aset konsolidasian per 30 Juni 2020 sebesar Rp1.359,44 triliun. Sedangkan, Bank BNI memiliki total aset konsolidasian Rp880,12 triliun pada periode yang sama.
"Itu mungkin yang dilihat dari sisi pemegang saham dalam hal ini Kementerian BUMN, bagaimana untuk meningkatkan kinerja bank," katanya, Rabu (2/9/2020).
Secara kinerja, BNI mencatat penurunan laba bersih sebesar 41,6% secara year on year menjadi Rp4,46 triliun pada semester I/2020. Jika dibandingkan dengan penurunan laba bank Himbara, BNI turun paling dalam.
Sebagai informasi, laba Bank Mandiri turun sebesar 23,93% secara yoy dan laba BRI turun 37,4% secara yoy. Lebih lanjut laba BTN turun 41,24% secara yoy.
Direktur keuangan BNI Sigit Prastowo pernah menyampaikan adanya restrukturisai kredit menyebabkan pendapatan bunga mengalami penurunan. Sebagian debitur yang terdampak Covid-19 meminta penundaan pembayaran pokok maupun bunga, sehingga mengurangi kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan bunga. Penurunan pendapatan bunga berdampak pada net interest margin (NIM) yang turun 40 basis poin pada semester I/2020, dari 4,9% menjadi 4,5%.
Adanya restrukturisasi maupun pemburukan dari kualitas aset karena dipercepat oleh covid-19, membuat perusahaan harus membentuk tambahan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) yang cukup besar. Coverage ratio telah mencapai 214,1% pada semester I/2020, jauh lebih besar dibandingkan coverage ratio pada posisi semester I/2019 sebesar 156,5%. Meningkatnya pencadangan kerugian ini merupakan bentuk antisipasi risiko penurunan kualitas aset di masa depan.
"Sehingga ke depan kita memproyeksikan profit akan tergerus cukup signifikan karena dua hal tersebut," katanya dalam paparan kinerja kuartal II pada pertengahan Agustus kemarin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel