Sri Mulyani Menjawab Polemik Burden Sharing, Isu BI sebagai Pencetak Uang

Bisnis.com,04 Sep 2020, 19:45 WIB
Penulis: Maria Elena
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan penjelasan kepada tim Bisnis Indonesia saat wawancara eksklusif di Jakarta, Jumat (22/11/2019). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memastikan skema burden sharing atau menanggung beban bersama yang disepakati dengan Bank Indonesia hanya berlaku untuk tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah memang sedang melakukan kajian terkait reformasi keuangan. Kajian tersebut dilakukan untuk penguatan kerangka kerja stabilitas sistem keuangan.

Pasanya, belajar dari krisis keuangan Asia 1997 dan 1998, serta krisis keuangan global pada 2008, pandemi Covid-19 dapat memunculkan potensi potensi permasalahan pada sistem keuangan sehingga harus diwaspadai dan dideteksi secara dini.

Belakangan ini, pasar dihawatirkan dengan polemik skema burden sharing akan tetap dilanjutkan melalui wewenang pemerintah melalui Perppu reformasi keuangan.

Sri Mulyani menegaskan burden sharing dengan BI dalam memenuhi pembiayaan untuk penanganan dampak dari Covid-19, khusus untuk komponen public goods, hanya berlaku pada 2020, atau bersifat one-off.

"Mekanisme extraordinary ini adalah untuk situasi luar biasa dan hanya dilakukan satu kali saja yaitu tahun 2020," katanya, dalam konferensi pers virtual, Jumat (4/9/2020).

Sri Mulyani mengatakan, komitmen pengelolaan kebijakan fiskal yang prudent, yang terlihat dalam penyusunan RAPBN tahun 2021, akan tetap dilanjutkan dalam rangka pemulihan ekonomi.

Sehubungan dengan kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit APBN, strategi pembiayaan yang mengacu pada UU No. 2/2020 yang disusun berlandaskan pada prinsip untuk tetap menjaga posisi BI selaku otoritas moneter serta Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal.

Adapun, sekma burden sharing yang kedua, di mana BI bertindak sebagai pembeli siaga dalam lelang SBN melalui pasar perdana, akan dilakukan sesuai dengan UU No. 2/2020 yaitu sampai 2022.

"Sesudah 2022, sesuai UU No. 2/2020, pemerintah akan kembali melaksanakan kebijakan fiskal yang diatur dalam UU keuangan negara yaitu defisit maksimal 3 persen dan rasio utang tidak boleh melebihi 60 persen dan BI tetap menjalankan fungsi moneternya secara independen," tutur Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini