Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha rumahan, skala kecil dan menengah, serta pelaku dagang-el, diproyeksi makin ramai mencari pendanaan lewat platform teknologi finansial peer-to-peer lending.
Kecepatan dan kemudahan tekfin lending yang mampu mengakomodasi kredit tanpa agunan, berpeluang menjadi tumpuan mereka selaku pencari dana untuk membangkitkan bisnis mereka selepas terdampak pandemi Covid-19.
Fenomena ini bisa jadi peluang melakukan diversifikasi investasi dengan menjadi pendana lewat platform pendanaan bersama (tektin lending), ataupun platform urun dana (equity crowdfunding/ECF), yang segmennya mirip, walaupun berbeda konsep.
Namun, mengatur profil risiko, memilih borrower/usaha yang tepat untuk didanai, serta memilih platform yang pas dengan kebutuhan, harus diperhatikan agar kita tetap merasa aman dan nyaman dalam menggelontorkan dana.
Bisnis merangkum tips aman jadi pendana tekfin P2P (peer-to-peer) lending pada era new normal, dari berbagai sumber:
Pilih Borrower Potensial
Memilih borrower dengan rekam jejak baik, pasar yang masih ramai, dan prospek yang potensial di tengah era new normal, merupakan keniscayaan.
Pasalnya, banyak sektor yang sebelumnya kerap dianggap potensial pada masa normal, tapi belum tentu bisa pulih dan moncer lagi dalam waktu dekat.
Ketua Bidang Humas dan Kelembagaan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede mengakui bahwa para penyelenggara tektin lending pun masih 'mepilih-pilih' borrower potensial demi meminimalisasi risiko gagal bayar pada masa depan.
Menurutnya, hal ini karena memang sudah tugas para penyelenggara selaku 'biro jodoh' yang mempertemukan lender dan borrower. Platform sudah pasti juga akan menawarkan yang terbaik kepada para pendana.
"Ibarat biro jodoh, mana mungkin kita asal-asalan mencarikan jodoh. Tugas kita mengakomodasi keduanya supaya sama-sama diuntungkan. Misalnya, yang punya hubungan dengan pariwisata, tourism, mana ada yang jalan. Lender juga pasti berpikir ulang buat mendanai," ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (5/9/2020).
Oleh sebab itu, sisanya tinggal pintar-pintar lender dalam memilih portofolio. Tumbur berpendapat, para pelaku e-commerce di pangsa pasar makanan kemasan dan para pelaku UMKM dengan proyek invoice bisa jadi pilihan yang aman.
Apabila tertarik mendanai pelaku e-commerce atau proyek invoice, Tumbur memberi tips dan langkah bagi pendana untuk lebih meyakinkan dirinya.
Pertama, ketika menengok factsheet borrower di mana pasti tercantum nama 'lapak online' dan rekam jejak penjualannya, calon pendana bisa memastikan sendiri dengan cara berkunjung langsung ke toko online borrower.
Apabila review pembeli tampak baik, borrower tersebut terlihat serius dalam berjualan dan tentunya tergambar dari dagangannya yang terlihat 'masih laris-manis' selama pandemi, maka borrower tersebut bisa dianggap potensial.
CEO & Co-Founder PT Lunaria Annua Teknologi (Koinworks) Benedicto Haryono dalam wawancara khusus bersama Bisnis beberapa waktu lalu menjelaskan tips serupa.
Bahkan, hal ini dibuktikan sendiri lewat riset internal KoinWorks di mana ternyata tak semua sektor bisa digeneralisasi, baik ketika terlihat sedang naik atau sedang turun akibat pandemi
Ben mencontohkan kendati bisnis fashion di e-commerce tampak turun karena daya beli masyarakat rendah, nyatanya produk-produk fashion outdoor atau perlengkapan bayi masih menjanjikan. Semua tergantung pada minat pasar dan kinerja toko e-commerce itu sendiri.
CEO PT Alami Fintek Sharia (Alami) Dima Djani pun menjelaskan hal senada. Hal ini dikarenakan para borrower alami rata-rata memang berada di sektor industri makanan-minuman, kesehatan, dan logistik, yang notabene justru tumbuh selama masa pandemi.
Menurutnya, lender bisa 'tenang' karena para penyelenggara platform tekfin lending sudah pasti akan memprioritaskan sektor-sektor defensif dari pandemi untuk ditawarkan ke pendana.
Ini dikarenakan para penyelenggara juga mengantisipasi potensi late payment. Sektor defensif yang menjadi prioritas, merupakan upaya untuk menjaga kinerja tingkat keberhasilan pengembalian pada hari ke-90 (TKB90) dari tiap platform.
Lebih Aman ke Invoice Financing
Invoice financing berarti pelaku usaha yang menjadi borrower sudah menyelesaikan pekerjaan atau proyeknya, tetapi belum menerima pembayaran dari payor.
Biasanya, pembayaran oleh payor memakan waktu hingga hitungan bulan, sehingga borrower membutuhkan suntikan modal dari pinjaman P2P lending untuk likuiditas dan menjaga arus kas perusahaannya.
Tentunya portofolio dari invoice financing ini lebih aman dan lebih memiliki kepastian daripada pre-invoice financing. Dalam pre-invoice, borrower memang mengajukan pinjaman baru sebagai modal awal dalam melaksanakan pekerjaan atau bisnisnya.
Tips yang bisa dipraktikkan dalam melihat potensi invoice financing ini, di antaranya melihat status payor dan nilai proyek.
Apabila proyek yang dikerjakan borrower memang bernilai besar, sesuai dengan keuntungan yang diberikan, sementara payor yang akan membayarkan tagihan merupakan pemerintah atau perusahaan besar dan tampak terpercaya bisa membayar tepat waktu, tak ada salahnya ikut mendanai borrower tersebut.
Tumbur menjelaskan, biasanya suatu platform tekfin lending memiliki kerja sama dengan para payor, di mana platform berperan sebagai penyelenggara pembiayaan rantai pasok bagi para mitra payor.
Lewat kerja sama rantai pasok seperti ini, semua pihak bisa diuntungkan, lender lebih tenang, sedangkan borrower menjadi lebih mudah masuk ke platform untuk ditawarkan.
"Jadi, bukan hanya lebih aman buat lender, payor pun diuntungkan. Terutama yang mitranya itu UMKM selaku produsen atau distributor utama. Dengan penyaluran dana dari P2P, payor menjadi mempunyai kepastian bahwa usaha mitranya, UMKM-nya, itu berlanjut sehingga supply chain itu terus berjalan," tambahnya.
Platform P2P sekaliber PT Investree Radhika Jaya (Investree) dan PT Akseleran Keuangan Inklusif Indonesia (Akseleran) pun mengakui bahwa pada era new normal, pendanaan invoice tengah menjadi tren.
Bahkan, kini pendanaan invoice lebih mendominasi hingga lebih dari separuh total borrower dalam platform karena produk ini sesuai dengan situasi terkini, demi mengakomodasi alternatif pendanaan berisiko rendah bagi para lender.
Pilih Platform Sesuai Karakter
Memilih platform tekfin lending yang berizin atau terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jelas syarat mutlak dalam memilih platform. Namun, bukan hanya berhenti di sana. Pahami dan pilihlah platform yang sesuai dengan karakteristik dan minatmu.
Setiap platform biasanya memiliki segmen berbeda. Ada yang fokus ke pendanaan produktif, ada pula yang konsumtif atau campuran keduanya.
Ada pula yang fokus ke usaha kecil di segmen wilayah tertentu seperti. PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) masih akan menggarap segmen pedesaan, ada juga yang fokus ke usaha menengah sektoral.
Misalnya, platform yang fokus ke proyek properti seperti tekfin lending Syariah PT Dana Syariah Indonesia (Danasyariah.id) dan platform equity crowdfunding PT Crowddana Teknologi Indonusa (CrowdDana).
Persyaratan pendanaan tiap platform pun berbeda. Ada yang mengakomodasi pendanaan dengan nilai minimal Rp100.000 seperti KoinWorks, ada pula yang syarat minimal memulai pendanaan Rp1 juta.
Diversifikasi Pendanaan
Terakhir, diversifikasi merupakan rumus utama dalam melakukan investasi, tak terkecuali ketika menjadi lender di platform tekfin lending.
Setiap platform akan menampilkan profil risiko dalam beberapa jenis. Biasanya berupa risiko rendah, sedang, dan tinggi. Makin berisiko nilai pendanaan terhadap suatu borrower, akan memiliki return lebih tinggi.
Sebarkan danamu di setiap profil risiko tersebut agar setidaknya imbal hasil pendanaan masih mengalir setiap bulan walaupun ada satu-dua borrower berisiko tinggi dalam portofolio kita yang terlambat membayarkan angsuran akibat sulit beradaptasi pada era new normal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel