Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. tidak mampu menahan pemburukan kualitas kredit sebagai dampak pandemi Covid-19. Padahal, empat tahun belakangan, BCA telah mampu menurunkan rasio kredit bermasalah.
Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BCA pada semester I/2020 adalah sebesar 2,1% atau naik 0,7% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya. Padahal, pada semester I/2018, BCA berhasil menurunkan NPL 10 bps menjadi 1,4% dari posisi semester I/2017 sebesar 1,5%.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengakui bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada perlambatan berbagai aktivitas bisnis di beragam industri. BCA berkomitmen mendukung nasabah untuk menghadapi kondisi perlambatan bisnis dengan memberikan restrukturisasi kredit secara selektif pada berbagai segmen.
Selama bulan Maret sampai dengan Juni 2020, BCA memproses pengajuan restrukturisasi kredit sebesar Rp115 triliun atau sekitar 20% dari total portofolio kredit yang berasal dari 118.000 nasabah.
"Per tanggal 30 Juni 2020, total kredit yang telah selesai direstrukturisasi tercatat sebesar Rp69,3 triliun atau 12% dari total portofolio kredit," katanya kepada Bisnis, Kamis (10/9/2020).
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan peningkatan NPL perbankan pada masa pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan kredit khususnya dari sisi permintaan, terutama kredit modal kerja yang cenderung melambat seiring dengan penurunan aktivitas perekonomian dari sisi produksi. Pada kuartal II/2020, terjadi kontraksi pada hampir seluruh sektor usaha, yang menandakan bahwa pandemi ini berdampak negatif terhadap mayoritas sektor usaha.
Salah satu sektor yang mengalami kontraksi cukup dalam adalah sektor perdagangan, yang terkontraksi sebesar 7,6% (year on year/yoy) pada kuartal II/2020. Padahal sektor ini merupakan salah satu sektor terbesar yang menyumbang permintaan kredit dengan proporsi sebesar 17,08% dari total kredit. Per Juni 2020, kredit sektor ini mengalami kontraksi kredit sebesar 5,38% dengan NPL sebesar 4,59%.
"Sektor dari perdagangan ini sendiri berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga tanpa adanya pemulihan ekonomi yang signifikan, maka pertumbuhan kreidt di sektor ini akan terhambat," katanya.
Josua menilai, NPL masih akan mengalami tren kenaikan, terutama dalam beberapa bulan ke depan mengingat PSBB kembali diterapkan di DKI Jakarta sebab akan kembali menghambat aktivitas perekonomian secara umum. Kondisi perekonomian Indonesia dapat terpengaruh oleh PSBB DKI mengingat kontribusi ekonomi DKI Jakarta sekitar 18% terhadap perekonomian nasional.
"Dengan kondisi demikian, pemerintah perlu meninjau kembali upaya restrukturisasi kredit UMKM serta korporasi lanjutan mengingat POJK terkait restrukturisasi kredit tersebut akan berakhir pada Maret 2021. Selain itu pemerintah juga perlu mempercepat penyerapan anggaran PEN," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel