Pakar Epidemiologi UI Sebut Indonesia Salah Langkah Atasi Wabah Covid-19

Bisnis.com,12 Sep 2020, 08:50 WIB
Penulis: Desyinta Nuraini
Suasana Wisma Atlet Kemayoran dilihat dari Danau Sunter, Jakarta, Selasa (25/8/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Syahrizal Syarif menegaskan pemerintah Indonesia salah langkah dalam menangani Virus Corona.

Hal ini yang menyebabkan virus cepat menyebar hingga muncul klaster baru yakni, keluarga.

"Dari awal Indonesia sudah salah langkah," ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.

Sejak awal wabah SARS-CoV-2, Syarif mengingatkan kepada pemerintah agar pasien, baik dengan gejala ringan, sedang, atau asimtomatik, sekalipun orang yang diduga kuat terinfeksi karena ada riwayat kontak (suspect), tidak menjalani isolasi mandiri di rumah.

Sebab, hal ini membuka peluang munculnya klaster keluarga yang berisi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

Merujuk ke Wuhan, kota pertama munculnya pandemi Covid-19, Pemerintah China memaksa semua warga yang terinfeksi di sana agar menjalani isolasi di rumah sakit hingga pusat karantina yang dibuat dalam waktu hanya 10 hari. Harusnya langkah tersebut ditiru pemerintah Indonesia.

Sayangnya, karena berbagai pertimbangan seperti kemampuan dan beban, Indonesia lebih memilih karantina mandiri bagi mereka yang tidak memiliki gejala berat. Ditambah lagi berkaca pada negara maju yang banyak menerapkan isolasi mandiri.

Menurut Syarif, demografi dan kondisi masyarakat di negara maju sangat berbeda dengan di Indonesia. Di negara maju, fasilitas di rumah sangat mendukung untuk menjalani karantina mandiri.

Jika dibandingkan, di Indonesia, dalam sebuah rumah saja bisa terdiri hingga lebih dari 5 kepala keluarga (KK) belum lagi kondisi rumah yang tidak layak.

Oleh karena itu, walaupun terlambat, Syarif berpendapat pemerintah perlu menambah pusat karantina darurat bukan hanya di Wisma Atlet.

Adapun, Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) Pulau Galang di Kepulauan Riau lokasinya dinilai terlalu jauh, khususnya bagi warga di Pulau Jawa yang memiliki kasus terbanyak positif Covid-19.

"Mendirikan rumah sakit karantina relatif sederhana. Banyak balai pelatihan kementerian yang sekarang kosong, itu bisa diubah jadi pusat karantina untuk menerima pasien suspect, ringan, sedang," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini