Target Investasi Tahun ini Tak Realistis, Pemerintah Diminta Bersiap

Bisnis.com,14 Sep 2020, 18:59 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Ekonom Indef, Aviliani. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA -- Realisasi investasi yang dipatok pemerintah senilai Rp886 triliun dengan serapan tenaga kerja sebanyak 1,2 juta orang yang ditargetkan tahun ini dinilai tidak realistis.

Pemerintah pun diminta segera menyiapkan diri untuk menyambut masa recovery ekonomi yang diperkirakan terjadi tahun depan, alih-alih ngotot dalam mengejar target tersebut.

Ekonom Indef Aviliani mengatakan proses pemulihan yang benar-benar dapat dijalankan ketika vaksin sudah ditemukan.

Namun, jika vaksin masih ditemukan maka itu akan menjadi penghambat bagi proses realisasi target investasi Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun ini.

Bahkan, impor barang modal sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda pemulihan, yakni naik US$192,1 juta (10,82 persen) secara month-to-month, tidak menjamin mampu memberikan pengaruh positif terhadap rencana investasi pemerintah.

"Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan BKPM adalah mempersiapkan diri serta menyelaraskan strategi dengan departemen perindustrian untuk menentukan arah pada tahun depan," ujar Aviliani ketika dihubungi Bisnis, Senin (14/9/2020).

BKPM, lanjutnya, mesti menyiapkan diri untuk menyambut perusahaan asal China yang berencana merelokasi usahanya ke Tanah Air serta mencari informasi terkait dengan keperluan negara-negara yang berpotensi mengikuti jejak Negeri Tirai Bambu.

Pemerintah juga dinilai dapat menyampaikan hal-hal yang bisa ditawarkan kepada calon investor ketika kondisi sudah pulih, seperti misalnya pemberian insentif dan kepastian hukum dalam berinvestasi di Indonesia.

Selain insentif dan kepastian hukum, calon investor biasanya juga mempertimbangkan aspek politik seperti pergantian pemerintahan.

Terkait dengan hal tersebut, masa pemerintah Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang tersisa 2 tahun diperkirakan berpotensi menjadi kendala lain bagi investasi di Tanah Air.

Gagalnya perealisasian investasi tahun ini juga berdampak kepada rencana penyerapan tenaga kerja. Sebelumnya, pemerintah menargetkan penyerapan sebanyak 1,2 tenaga kerja sebagai bagian dari target investasi.

Aviani pun menilai target penyerapan tenaga kerja tersebut bakal setali tiga uang dengan nasib dari rencana investasi. Dia memperkirakan, akan ada 1,5 juta angkatan kerja yang terancam gagal terserap sehingga perlu segera disiapkan langkah mitigasi.

"Angkatan kerja yang tidak terserap ini nanti bisa dimasukan ke dalam program Kartu Prakerja yang dikaitkan dengan industri yang akan dikembangkan nanti ketika ekonomi pulih," ujarnya.

Menurut Aviliani, program Kartu Prakerja mesti disesuaikan dengan keperluan dan industri-industri yang disasar oleh BKPM. Dengan demikian, risiko yang berpotensi muncul dari tenaga kerja yang berpotensi gagal terserap dapat dimitigasi.

Dia menilai, jika pemerintah tidak menyiapkan langkah mitigasi, sedangkan target serapan tenaga kerja dipastikan gagal, maka bertambahnya jumlah pengangguran berpotensi menimbulkan konflik sosial yang justru mengganggu iklim investasi ke depannya.

"Paling tidak, pemerintah punya pemetaan terkait dengan program Kartu Prakerja dalam kaitannya dengan investasi. Supaya perusahaan-perusahaan mau menyerap tenaga kerja, mungkin pemerintah bisa memberikan insentif, seperti potongan pajak, agar mereka mau menyerap tenaga kerja setelah ekonomi pulih," jelasnya.

Sebelumnya, disebutkan bahwa investasi sebagai salah satu penopang utama pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) bakal sulit diandalkan untuk membawa perekonomian negara, sehingga dikatakan harus bergantung ke pasar dalam, dengan kata lain memacu konsumsi.

Namun demikian, data terakhir Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor barang modal sudah mulai memperlihatkan tanda-tanda pemulihan, yakni naik US$192,1 juta (10,82 persen) secara month-to-month.

Dengan kata lain, kebutuhan terhadap barang-barang yang digunakan untuk ekspansi industri mulai tumbuh, sehingga ada harapan bagi investasi untuk bisa menyokong PDB. Selain itu, BKPM pun tidak melakukan revisi target.

Sayangnya, pemerintah DKI Jakarta kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama 2 pekan sejak 14 September 2020 dan berpotensi menjadi hambatan bagi investasi serta mengganggu serapan tenaga kerja yang ditargetkan sebesar 1,2 juta dari investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Amanda Kusumawardhani
Terkini