Konten Premium

Dilema Harga Pengembangan Panas Bumi, Bank Dunia pun Bersuara

Bisnis.com,14 Sep 2020, 06:44 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Panasa Bumi Muara Laboh yang dikembangkan Supreme Energy di Muara Labuh, Solok Selatan, Sumatra Barat./Istimewa-Kementerian ESDM

Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan pengaturan tarif listrik masih menjadi isu utama dalam pengembangan panas bumi di Indonesia.  Setidaknya lebih dari satu dekade ke belakang kebijakan pengaturan tarif listrik panas bumi telah berganti sebanyak delapan kali. Mulai dari skema business to business, tarif batas atas, feed in tariff, hingga terakhir dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50/2017 penghitungan tarif ditetapkan 85 persen dari biaya pokok penyediaan (BPP) PLN di setiap wilayah.

Kebijakan tarif tersebut tampaknya belum cukup menarik bagi pengembang.  Investor menginginkan formula skema tarif yang mampu mencapai tingkat pengembalian investasi yang sepadan dengan risiko eksplorasi maupun risiko pengembangan. Rata-rata tarif listrik dari panas bumi yang sesuai dengan keekonomian berada di atas BPP PLN.

Adapun, pemerintah menginginkan BPP harus seefisien mungkin untuk menjaga belanja subsidi listrik.  Dilema tarif ini dinilai dapat menghambat pengembangan panas bumi di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  Konten Premium

Anda sedang membaca Konten Premium

Silakan daftar GRATIS atau LOGIN untuk melanjutkan membaca artikel ini.

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Zufrizal
Terkini