Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan pembiayaan atau multifinance meyakini kinerja permintaan pembiayaan atau kredit masih bisa tertolong andaikata kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tak merambah ke luar Jakarta.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan kembali menggelar PSBB mulai 14 September 2020 hingga dua minggu ke depan.
Adapun, data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap DKI Jakarta hingga kini masih menjadi wilayah terbesar penyumbang sumber piutang pembiayaan, mencapai Rp88,29 triliun dari total penyaluran Rp423,84 triliun per Juli 2020.
Direktur Keuangan PT BFI Finance Indonesia Tbk. (BFI Finance) Sudjono menjelaskan bahwa hal ini karena Jakarta dan daerah penyangganya berhubungan dan mengambil porsi dominan dalam portofolio pembiayaan.
Buat perusahaan dengan kode emiten BFIN ini sendiri, nilainya pembiayaan di Jakarta dan daerah penyangga mencapai 30 persen dari total portofolio bisnis pembiayaan BFI Finance.
"Jadi, dampak PSBB tergantung berapa lama dan berapa luas. Kalau tidak diikuti oleh daerah-daerah lain di Bodetabek, seharusnya tidak akan terlalu berdampak," ujarnya kepada Bisnis, Senin (14/9/2020).
Kendati demikian, Sudjono tetap menyayangkan pandemi Covid-19 mengharuskan adanya PSBB Jilid II di Jakarta yang tentunya berpengaruh buat kegiatan pembiayaan multifinance.
Alhasil, Sudjono berharap penegakan aturan main PSBB buat seluruh kegiatan ekonomi kini harus lebih ketat dan jelas, sehingga pandemi bisa cepat selesai dan iklim bisnis pembiayaan bisa kembali bangkit secara bertahap.
Presiden Direktur PT CIMB Niaga Finance (CNAF) Ristiawan Suherman mengungkap optimisme dalam hal pangsa pasar di DKI Jakarta, terutama lewat segmen transaksi dan permohonan pembiayaan/kredit lewat platform digital. Menurut Ristiawan, segmen ini diproyeksi mampu menekan perlambatan permintaan kredit di wilayah yang diberlakukan PSBB.
"Ini menjadi harapan dan kesempatan untuk CNAF segera masuk ke segmen tersebut untuk dapat memperlambat penurunan bisnis di daerah yang diberlakukan PSBB," ungkapnya kepada Bisnis.
Namun demikian, Ristiawan mengakui tak mudah menggantikan proporsi penyaluran di DKI Jakarta dalam portofolio CNAF.
Ini karena CNAF telah membuktikannya sendiri lewat perbandingan kinerja kuartal I/2020 yang notabene masih dalam periode sebelum pandemi Covid-19 merebak, dan kuartal II/2020 di mana sudah banyak daerah menerapkan kebijakan PSBB.
"Dampaknya terlihat dari penurunan realisasi kredit di CNAF yang berada di level lebih dari 30 persen, diakibatkan aktivitas dari dealer rekanan dan showroom rekanan kami yang sangat terbatas. Ditambah menurunnya permintaan pembiayaan dampak dari perlambatan ekonomi di DKI Jakarta," jelasnya.
Selain itu, selama periode pandemi ini, rasio non-performing financing (NPF) CNAF pun naik sebesar 50 basis poin menjadi 1,1 persen, karena melemahnya kapasitas membayar dari nasabah.
"Porsi bisnis CNAF di DKI Jakarta yang di atas 30 persen, menjadi lebih sulit untuk digantikan oleh daerah lain mengingat kondisi makro ekonomi negara juga sedang mengalami tantangan yang besar," tambahnya.
Direktur Utama Mandiri Utama Finance (MUF) Stanley Setia Atmadja mengantisipasi bahwa pengaruh PSBB DKI Jakarta akan berdampak besar buat permintaan kredit kendaraan bermotor.
Pasalnya, mengacu pada data OJK per Juli 2020, pembiayaan kendaraan bermotor baru dan bekas, baik roda dua maupun roda empat, semuanya mengalami perlambatan.
MUF yang mengakomodasi senua segmen ini dalam produknya pun akan mengantisipasi hal ini dengan lebih berhati-hati dalam melakukan penyaluran pembiayaan. Pasalnya, PSBB di Jakarta sudah pasti mengakibatkan ketidakpastian perekonomian masyarakat, tak terkecuali kostumer atau calon kostumer MUF.
"Dampak PSBB pastinya berdampak di banyak sektor termasuk di sektor penjualan otomotif roda dua dan roda empat. Jika penjualan otomotif menurun, pasti dampak ke perusahaan pembiayaan juga akan signifikan karena semakin sedikit yang mengambil pembiyaan," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel