Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan memproyeksikan adanya surplus arus kas Rp2,56 triliun pada akhir 2020 dan defisit akan tuntas. Namun, rencana penerapan rawat inap kelas standar dinilai masih bisa memicu defisit.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Tubagus Achmad Choesni menjelaskan bahwa penerapan kelas standar untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan dimulai secara bertahap pada 2021. Setelah itu, implementasi lebih besar akan dilakukan pada 2022.
Meskipun begitu, DJSN belum dapat memperhitungkan dampak dari penerapan kelas standar itu terhadap kondisi keuangan BPJS Kesehatan. Tidak adanya pembagian kelas perawatan berpotensi menurunkan pendapatan iuran badan tersebut karena terdapat kemungkinan seluruh peserta mandiri membayar iuran dengan nominal yang sama.
"Penerapan kelas standar itu 2021 masih pilot study, 2022 baru dilaksanakan. Perhitungan aktuaria akan kami lakukan, tapi kami masih dalam tahap pengajian karena ada konsultasi publik," ujar Choesni dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Kamis (17/9/2020).
Sejak Januari 2020, DJSN dan Kementerian Kesehatan telah melakukan penyusunan draft paket manfaat JKN berbasis kebutuhan dasar kesehatan (KDK) dan rawat inap kelas standar. Rancangan itu akan digodok lebih lanjut pada Oktober–Desember 2020 melalui harmonisasi sejumlah regulasi.
Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Saleh Partaonan Daulay menyayangkan belum adanya gambaran pengaruh penerapan kelas standar bagi kondisi keuangan BPJS Kesehatan. Hal tersebut karena BPJS Kesehatan berpotensi akan mengalami surplus untuk pertama kalinya pada akhir 2020.
Menurut Saleh, wacana penerapan kelas standar masih terlalu prematur untuk diterapkan, terlebih jika dampaknya bagi BPJS Kesehatan belum terukur. Dia menilai bahwa kebijakan dengan pengaruh sangat besar seperti itu harus memiliki perencanaan yang matang, terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19.
"Ini penjelasan bahwa kita belum siap [menerapkan kelas standar]. Kalau tinggal tiga bulan lagi [menuju 2021 saat kelas standar diterapkan], enggak yakin saya ini," ujar Saleh dalam rapat tersebut.
Proyeksi surplus BPJS Kesehatan senilai Rp2,56 triliun terjadi karena telah lunasnya seluruh utang jatuh tempo pada Juli 2020. Kini, badan tersebut masih memiliki utang klaim belum jatuh tempo sebesar Rp1,75 triliun dan klaim yang masih dalam proses verifikasi (outstanding claim) senilai Rp1,37 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel