Sentimen The Fed Belum Berlalu, Wall Street Kembali Anjlok

Bisnis.com,17 Sep 2020, 21:37 WIB
Penulis: Rivki Maulana
Aktivitas perdagangan saham di New York Stock Exchange. Wall Street kembali mencetak rekor tertinggi setelah reli saham-saham teknologi, Selasa (1/9/2020)./Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa saham Amerika Serikat (AS) anjlok dua hari beruntun seiring dengan tanda-tanda pemulihan ekonomi secara bertahap. Hal itu turut menambah kecemasan investor terhadap rencana stimulus.

Dilansir dari Bloomberg, indeks S&P 500 dibuka lebih rendah, terseret oleh penurunan saham di sektor teknologi, consumer, dan energi. Adapun indeks Nasdaq yang berisi saham-saham teknologi juga turun.

Indeks S&P 500 terpantau turun 1,01 persen pada pukul 20.56 WIB. Adapun indeks Nasdaq Composite dan Dow Jones Industrial Average masing-masing turun 1,01 persen dan 0,32 persen.

Pasar saham global telah surut usai Gubernur The Federal Reserve Jerome Powell menyoroti risiko pemulihan dalam keputusan bank sentral dalam pertemuan terakhir sebelum pemilihan presiden AS pada 3 November 2020.

"Pemulihan telah berkembang lebih cepat dari yang diperkirakan secara umum. (Namun) jalan ke depan masih sangat tidak pasti,” kata Powell dalam pidatonya.

Powell mengatakan pemulihan ekonomi global tidak akan berlanjut tanpa adanya stimulus fiskal lebih lanjut. Dia juga menekankan, dalam beberapa pekan terakhir bahwa pemulihan AS sangat bergantung pada kemampuan negara dalam mengendalikan virus corona.

"Pesona stimulus The Fed masih ada, tapi pasar merasa agak lesu," ujar Yousef Abbasi, ahli strategi pasar global di StoneX seperti dikutip dari Bloomberg, Kamis (17/9/2020).

“Apakah ini hanya sedikit masalah FOMC atau  menandakan tanda-tanda hilangnya kepercayaan pada kebijakan Fed? Mungkin terlalu dini untuk yang terakhir - tetapi itu adalah skenario yang perlu dipantau secara ketat hingga akhir tahun," tuturnya.

Saham teknologi turun sebanyak 2 persen di Eropa setelah Apple Inc dan Facebook Inc juga anjlok Rabu (16/9/2020) malam. PRodusen mobil merosot setelah data menunjukkan penjualan mobil Eropa anjlok hampir seperlima pada Agustus.

Semua mata kini tertuju pada gubernur bank sentral dan peran mereka dalam menopang perekonomian yang belum pulih dari guncangan virus corona. 

Bank of England mengatakan mereka sedang menjajaki suku bunga negatif untuk melawan risiko yang sedang berlangsung ke pasar tenaga kerja. Pemungutan suara menghasilkan keputusan mempertahankan suku bunga utama mereka di 0,1 persen.

Sebelumnya, Bank of Japan juga mempertahankan target pembelian aset dan imbal hasil obligasi pada tempatnya.

"Data sentimen konsumen dan gambaran ketenagakerjaan masih mencerminkan pemulihan ekonomi yang rapuh," kata Matt Miskin, co-chief investment strategist di John Hancock Investments.

Dia menambahkan, kebijakan moneter ada batasnya. Dukungan fiskal yang minim di sisi lain meninggalkan risiko yang signifikan dalam proses pemulihan.

Gedung Putih mengisyaratkan bersedia untuk meningkatkan penawaran dalam pembicaraan dengan Partai Demokrat. Selain itu, anggota Senat Partai Republik harus ikut serta untuk menyepakati stimulus dalam 7 hingga 10 hari ke depan.

Berikut perkembangan pasar terkini : 

Saham

Mata Uang

Obligasi

Komoditas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini