Tak Akan Lagi Awasi Bank pada 2023, Ini Tanggapan OJK Terkait Perubahan UU BI

Bisnis.com,19 Sep 2020, 11:16 WIB
Penulis: M. Richard
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan revisi Undang-Undang Bank Indonesia yang akan mengambil tugas pengawasan bank merupakan kewenangan DPR.

Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Anto Prabowo mengatakan DPR memiliki kewenangan legislasi dalam berkontribusi bagi pemulihan ekonomi nasional di tengah pandemi virus corona tahun ini.

"Kalau OJK saat ini fokus saja dengan tugas yang diamanatkan yang ada di UU, karena UU itu produk politik yang disepakati antara DPR dan Pemerintah," katanya kepada Bisnis, Sabtu (19/9/2020).

Namun di luar itu, Anto pun berpendapat pemerintah juga merasa ada kegentingan dan mendesak untuk diterbitkannya Perppu yang dimungkinkan dalam kondisi saat ini.

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo mengatakan pembahasan masih sangat dinamis di Badan Legislatif. "Ini lagi dibahas di Baleg kan. Nggak tahu nih," jawabnya ketika dimintai pendapat mengenai rancangan Revisi UU BI tersebut.

Adapun, pengembalian fungsi pengawasan bank miliki Otoritas Jasa Keuangan ke Bank Indonesia (BI) akan dilakukan secara bertahap dan dilaksanakan selambat-lambatnya pada tanggal 31 Desember 2023.

Rencana ini dimuat dalam dokumen yang diterima Bisnis tentang Rancangan Undang-undang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menegaskan fungsi pengawasan bank miliki Otoritas Jasa Keuangan akan dialihkan kepada Bank Indonesia.

“Proses pengalihan kembali fungsi pengawasan bank dari Otoritas Jasa Keuangan kepada Bank Indonesia dilakukan secara bertahap setelah dipenuhinya syarat-syarat yang meliputi infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan berbagai peraturan pelaksanaan berupa perangkat hukum serta dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat,” mengutip ayat 3 Pasal 34 dalam rancangan undang-undang tersebut, Jumat (18/9/2020).

Adapun, draf RUU itu menyebutkan bahwa UU 23/1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU 3/2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang, sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diubah.

Perubahan juga mempertimbangkan guna mewujudkan Bank Indonesia sebagai bank sentral sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap bank sentral agar mampu menetapkan kebijakan moneter secara menyeluruh dan teroordinasi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengatasi situasi darurat yang dapat membahayakan ekonomi negara, dan menjawab tantangan perekonomian ke depan dalam menghadapi globalisasi ekonomi.

Menurut RUU tersebut, saat ini kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia masih berfokus pada stabilitas nilai tukar dan harga saja. Hal ini belum cukup kuat untuk mendorong perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini