Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Central Asia Tbk. mencatatkan penyaluran dana dalam bentuk surat berharga mengalami pertumbuhan yang signifikan selama paruh pertama 2020. Bahkan, pertumbuhannya lebih tinggi dari penyaluran kredit.
Hingga semester I/2020, BCA mencatat dana yang diletakkan dalam surat berharga mencapai Rp201 triliun. Penempatan surat berharga tersebut tumbuh 45,7% dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat senilai Rp138 triliun.
Sementara itu, kredit BCA tumbuh sebesar 5,3% secara year on year (yoy) menjadi Rp595,1 triliun pada Juni 2020 ditopang oleh pertumbuhan kredit korporasi. BCA membukukan kredit korporasi sebesar Rp257,9 triliun, meningkat 17,7% (yoy), sedangkan kredit komersial dan UKM turun 0,9% (yoy) menjadi Rp184,6 triliun.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F Haryn mengatakan perseroan mencermati bahwa penempatan dana pada instrumen surat berharga dibutuhkan sebagai strategi pengelolaan likuiditas.
"Hal ini untuk menjaga keseimbangan antara kecukupan likuiditas dengan ekspansi kredit yang sehat," katanya kepada Bisnis, Selasa (22/9/2020).
Otoritas dalam Statistik Perbankan Indonesia, juga mencatat penyaluran dana dalam surat berharga mengalami perumbuhan paling signifikan selama paruh pertama 2020 dibandingkan instrumen penyaluran dana industri perbankan lainnya.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaluran dana berupa kredit hingga Juni 2020 adalah senilai Rp5.617 triliun atau tumbuh 1,6% dibandingkan periode sama tahun lalu. Sementara itu, penempatan pada bank lain per Juni 2020 adalah senilai Rp222,86 triliun atau turun 19,12% (yoy).
Penempatan pada Bank Indonesia dan instrumen Surat berharga per Juni 2020 masing-masing senilai Rp726,88 triliun dan Rp1.237 triliun. Penempatan pada Bank Indonesia mengalami pertumbuhan 8,6% (yoy) per Juni 2020. Surat berharga juga tumbuh tinggi yakni mencapai 27,4% (yoy).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai surat utang negara menjadi pengerek pertumbuhan penempatan surat berharga yang dilakukan oleh industri perbankan dalam paruh pertama 2020 ini. Surat utang negara menawarkan imbal hasil atau bunga yang relatif tinggi terutama bagi bank-bank yang memiliki biaya dana yang rendah.
Selain itu, surat utang negara juga memiliki risiko yang relatif sangat rendah. Bahkan, risikonya tergolong tidak ada sama sekali. "Di tengah kondisi pandemi saat ini yang artinya risiko kredit meningkat, bank-bank yang memiliki cost of fund [biaya dana] rendah akan lebih memilih menempatkan dana di surat utang pemerintah," katanya.
Menurutnya, selama pandemi masih berlangsung tren penyaluran dana ke surat berharga pasti terus berlanjut. Apalagi, pemerintah juga memerlukan dana untuk menutup defisit APBN selama pandemi. "Peran perbankan dibutuhkan untuk membeli SBN pemerintah," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel