Dorong Pemulihan Ekonomi, OJK Perpanjang Relaksasi Restrukturisasi Kredit

Bisnis.com,23 Sep 2020, 20:39 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melanjutkan relaksasi restrukturisasi langsung lancar dan penetapan restrukturisasi hanya satu pilar sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020. OJK menilai perpanjangan restrukturisasi merupakan salah satu upaya untuk membangkitkan perekononomian nasional melalui pemulihan yang solid dan cepat dengan tetap disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan.

"Untuk mencapai hal tersebut, OJK akan melanjutkan relaksasi restrukturisasi langsung lancar dan penetapan restrukturisasi hanya satu pilar sebagaimana diatur dalam POJK 11/2020 yang seiring dan sinergis dengan kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia," demikian dikutip Bisnis dari keterangan tertulis yang disampaikan Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo, Rabu (23/9/2020) malam. 

Adapun realisasi kebijakan restrukturisasi kredit perbankan hingga posisi 7 September 2020 telah mencapai Rp884,5 triliun dari 7,38 juta debitur. Keringanan kredit itu dinikmati sebanyak 5,82 juta pelaku UMKM dengan nilai Rp360,6 triliun. Restrukturisasi juga diterima oleh 1,56 juta non-UMKM yang memperoleh keringanan kredit senilai Rp523,9 triliun.

Realisasi restrukturisasi perusahaan pembiayaan (PP) hingga 8 September 2020 telah mencapai Rp166,94 triliun dari 4,55 juta kontrak pembiayaan dari perusahaan pembiayaan.

OJK pun menilai stabilitas sektor jasa keuangan dalam kondisi stabil dan terjaga di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Di level domestik, data sektor riil terutama sektor eksternal terus mencatatkan kinerja positif, dimana belanja pemerintah, khususnya program PEN, juga mengalami akselerasi yang menggembirakan.

Hanya saja, ketidakpastian di pasar keuangan terpantau sedikit meningkat didorong, antara lain, oleh penyebaran Covid-19 di beberapa negara yang kembali meningkat. Selain itu, tensi geopolitik juga meningkat akibat memanasnya kembali perang dagang AS-Tiongkok dan ketidakpastian Brexit sehingga mempengaruhi ketidakpastian di pasar keuangan.

Intermediasi industri perbankan pada Agustus 2020 tercatat masih mampu tumbuh positif sebesar 1,04% secara year on year (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) mampu tumbuh di level tinggi sebesar 11,64% yoy, didorong oleh pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) BUKU IV yang mencapai 15,37% (yoy).

Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Agustus 2020 masih terjaga pada level yang manageable dengan rasio NPL gross tercatat stabil sebesar 3,22% dan rasio NPF sebesar 5,2%. Risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,62%, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20%.

Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 143,16% dan 30,47%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Anto mengatakan capaian ini merupakan hal yang cukup mengesankan di tengah pandemi Covid-19 yang masih menggelayuti perekonomian nasional. Permodalan Lembaga jasa keuangan juga terjaga stabil pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio (CAR) bank umum konvensional (BUK) tercatat sebesar 23,16%.

Menurutnya, relaksasi kebijakan restrukturisasi kredit oleh OJK juga diperkuat dengan kebijakan pemerintah di sisi fiskal yang countercyclical melalui pemberian subsidi bunga dan penempatan dana pemerintah di bank umum. Kebijakan ini juga ditopang oleh kebijakan moneter Bank Indonesia yang akomodatif melalui penurunan suku bunga acuan dan quantitative easing, terbukti telah membantu lembaga jasa keuangan dan pelaku usaha untuk tetap dapat melanjutkan kegiatan usahanya di tengah pandemi.

"Terciptanya stabilitas sektor keuangan sebagai hasil nyata serangkaian kebijakan stimulus yang dikeluarkan secara koordinatif baik oleh pemerintah dari sisi fiskal, OJK dari sisi sektor keuangan maupun Bank Indonesia dari sisi moneter, yang kesemuanya bersifat pre-emptive dan extraordinary," katanya. 

OJK mendukung program pemerintah dalam PEN dan mengoptimalkan peran sektor jasa keuangan (SJK) baik dalam menggerakkan roda perekonomian melalui dukungan pembiayaan pada usaha bersifat padat karya dan atau memiliki multiplier effect yang tinggi serta berperan menyalurkan program bansos kepada masyarakat.

OJK juga mempercepat digitalisasi sektor jasa keuangan (SJK) untuk merespon perubahan gaya hidup masyarakat dan proses bisnis di berbagai sektor yang sudah go digital di masa pandemi ini.

"OJK juga secara aktif melakukan pemantauan terhadap pengelolaan penempatan dana pemerintah ke perbankan umum baik di kelompok Bank Himbara yang sebesar Rp30 triliun maupun kelompok BPD yang sebesar Rp11,5 triliun, yang secara umum telah menunjukkan perkembangan menggembirakan," sebutnya.

Komitmen realisasi penyaluran dana tersebut melalui penyaluran kredit sudah berjalan sesuai dengan guidance pemerintah. Sampai dengan 14 September 2020, realisasi penyaluran kredit atas penempatan dana di kelompok Bank Himbara telah mencapai Rp119,8 triliun kepada 1,5 juta debitur. Sedangkan untuk kelompok BPD, sampai dengan 16 September 2020 tercatat kredit yang telah tersalurkan sebesar Rp7,4 triliun.

"Ke depan, OJK terus konsisten memperkuat pengawasan terintegrasi untuk dapat mendeteksi lebih dini potensi risiko terhadap stabilitas sektor jasa keuangan dan juga mendukung terlaksananya program PEN secara menyeluruh guna mengakselerasi pemulihan ekonomi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini