Bisnis.com, JAKARTA -- Perbankan dihadapkan dengan dilema mengelola kelebihan likuiditas di tengah permintaan kredit yang menurun dan bayang-bayang risiko kredit selama pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), intermediasi industri perbankan pada Agustus 2020 tercatat masih mampu tumbuh positif sebesar 1,04 persen yoy. Dana pihak ketiga (DPK) mampu tumbuh di level tinggi sebesar 11,64 persen yoy, didorong oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai 15,37 persen (yoy).
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada Agustus 2020 masih terjaga pada level yang manageable dengan rasio NPL gross tercatat stabil sebesar 3,22 persen.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Per 16 September 2020, rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 143,16 persen dan 30,47 persen, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Wadirut Bank Mandiri Hery Gunardi mengakui tidak mudah dalam menyeimbangkan pertumbuhan kredit yang rendah, kualitas kredit yang harus dijaga agar tidak memberatkan pencadangan bank.
Kondisi tersebut ditambah dengan melimpahnya penghimpunan dana. Hal tersebut kemudian membuat Bank Mandiri lebih mendorong penempatan dana dalam bentuk surat berharga karena memberikan yield atau bagi hasil yang lebih baik.
Baca Juga : Kredit Melemah, Siapa yang Salah? |
---|
Meskipun demikian, diakuinya, kondisi likuiditas perbankan yang melimpah saat ini telah ditopang dengan penurunan suku bunga dan ditambah dengan adanya kebijakan quantitative easing yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
"Tidak mudah balance dari sisi top line ketika pertumbuhan kredit rendah, kualitas kredit harus jaga supaya tidak memberatkan provisi kami dan dana ini berlimbah sehingga harus pandai memainkannya," katanya dalam media gathering virtual tentang Economic Outlook Triwulan III/2020, Kamis (24/9/2020).
Bank Mandiri, lanjutnya, tetap melakukan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) meskipun kolektabilitas kredit mengalami perbaikan. Pembentukan CKPN tersebut dilakukan sebagai jaga-jaga atas pemburukan kualitas kredit setelah restrukturisasi kredit berakhir pada Maret 2021.
Hery mengatakan hingga saat ini perseroan telah melakukan restrukturisasi kredit hingga Rp120 triliun ke lebih dari 500.000 debitur.
"Bagi perbankan, termasuk mandiri, kualitas aset jadi perhatian utama, dari sisi top line pertumbuhan kredit tidak optimal hanya 1 digit di sisi lain dana melimpah, kami balancing agar bank tidak carry cost of fund tinggi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel