Jumlah Agen Asuransi Tumbuh, Kenapa Penetrasi Asuransinya Mandek?

Bisnis.com,27 Sep 2020, 19:35 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi jiwa mencatatkan pertumbuhan tenaga pemasar hingga 8,5 persen secara tahunan pada semester I/2020. Meskipun demikian, pertumbuhan jumlah agen asuransi setiap tahunnya belum mampu mendongkrak penetrasi asuransi di Indonesia.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan bahwa pada semester I/2020, industri asuransi jiwa mencatatkan jumlah 648.949 tenaga pemasar. Jumlah tersebut tumbuh 8,5 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan dengan semester I/2019 sebanyak 598.029 orang.

Budi menilai bahwa pertumbuhan itu merupakan wujud dari terciptanya peluang kerja dan wirausaha asuransi di tengah masa pandemi virus corona. Bertambahnya jumlah tenaga pemasar itu pun menjadi angin segar bagi kelancaran bisnis asuransi jiwa.

"Tenaga pemasar asuransi jiwa meningkat di tengah masa sulit ini. Kami menyikapi dengan sangat positif, sedikit banyaknya perusahaan asuransi jiwa bisa membuka kesempatan baru kepada masyarakat dalam menumbuhkan aktivitas ekonominya," ujar Budi pada Jumat (25/9/2020).

Kendati demikian, terus bertambahnya tenaga pemasar asuransi jiwa setiap tahunnya belum berhasil mendongkrak penetrasi asuransi jiwa. Hingga saat ini, penetrasi asuransi di Indonesia masih berada di bawah 2 persen, belum mencapai 5 persen seperti yang dicita-citakan para pelaku industri.

Ketua Bidang Marketing dan Komunikasi (AAJI) Albertus Wiroyo Karsono menilai bahwa rendahnya penetrasi memang menjadi isu menahun dari industri asuransi, baik jiwa maupun umum. Bagi asuransi jiwa, tantangan untuk menggenjot tingkat penetrasi itu ada pada perluasan pasar.

Menurut Wiroyo, saat ini industri asuransi cenderung lebih fokus ke segmen pasar menengah dan menengah ke atas. Bukan tanpa alasan, segmen tersebut menjadi perhatian karena kemampuannya dalam berbelanja asuransi memberikan pegaruh signifikan bagi industri.

"Kami di industri kerap lebih fokus di segmen menengah dan menengah ke atas. Mereka punya kemampuan membayar premi cukup besar, ini yang membuat produk seperti saving plan cukup laku, unit-linked pun porsinya lebih besar," ujar Wiroyo pada Jumat (25/9/2020).

Pernyataan Wiroyo itu merujuk ke karakteristik produk saving plan yang cenderung memiliki tarif premi lebih tinggi dibandingkan dengan produk asuransi pada umumnya. Tak heran jika industri fokus menggarap segmen nasabah yang bisa mendatangkan premi lebih besar.

Selain itu, produk unit-linked yang porsinya yang mencapai 63 persen dari total portofolio asuransi jiwa saat ini pun merupakan buah dari upaya industri asuransi jiwa menyasar segmen menengah ke atas. Menurut Wiroyo, ketertarikan terhadap produk tersebut sejalan dengan karakteristik dan kemampuan finansial para nasabah.

"Segmen menengah ke atas, selain proteksi juga ingin berinvestasi, oleh karena itu produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi [PAYDI] atau unit-linked sangat diminati," ujarnya.

Wiroyo menilai bahwa fokus dalam menggarap segmen nasabah itu menyebabkan pertumbuhan tenaga pemasar belum berhasil mendongkrak penetrasi asuransi jiwa di Indonesia. Industri pun memiliki pekerjaan rumah untuk memperluas jangkauannya, khususnya ke segmen-segmen yang belum teroptimalkan.

"Ini yang harus dijawab oleh industri asuransi jiwa, bagaimana masuk ke segmen lebih bawah yang secara populasi lebih tinggi. Segmen menengah bawah sangat besar, dan saya rasa mereka lebih banyak butuh proteksi, bukan investasi," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini