Kapal Penumpang Kebanyakan, Investasi Asing Tak Dibutuhkan

Bisnis.com,01 Okt 2020, 07:59 WIB
Penulis: Rinaldi Mohammad Azka
Kapal Muatan Penumpang (KMP) yang melayani penyeberangan Banda Aceh-Sabang berada di kawasan pelabuhan Ulee Lheu yang mulai dangkal di Banda Aceh, Aceh, Selasa (21/11)./ANTARA-Irwansyah Putra

Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha angkutan laut mengungkapkan jumlah kapal laut angkutan penumpang sudah terlalu banyak, sehingga mengakibatkan terjadinya over supply. Dengan demikian, tambahan investasi asing di pelayaran tak dibutuhkan.

Wakil Ketua Umum III DPP Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Nova Y. Mugijanto mengatakan asas cabotage telah berdampak positif terhadap serapan tenaga kerja di industri pelayaran dan ekosistem industri di sekitarnya, seperti logistik, galangan, asuransi, klasifikasi Indonesia, industri komponen, konsultan desain kapal, lembaga sekolah dan pelatihan SDM pelaut dan lainnya.

"Atas dasar itu, relaksasi investasi asing di bidang kapal ro-ro penumpang justru akan berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup usaha kapal. Dengan demikian, bisa berisiko akan terjadi PHK massal baik di pelayaran maupun industri penunjangnya,” jelasnya, Rabu (30/9/2020).

Dia menjelaskan khusus kondisi bisnis kapal ro-ro penumpang saat ini sudah over supply, mengingat utilisasi kapal di bawah 50 persen. Kondisi ini semakin parah saat terjadi pembatasan pergerakan orang saat Covid-19.

Nova mencontohkan Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni yang sudah terlalu padat kapal yang beroperasinya. Sebelum pandemi Covid-19, jumlah kapal yang beroperasi di jalur penyeberangan Selat Sunda terlalu banyak, tidak sebanding dengan kapasitas dermaga di pelabuhan tersebut.

Sementara, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau & Penyeberangan Khoiri Sutomo mengatakan jumlah kapal yang beroperasi di rute Merak, Banten-Bakauheni, Lampung sebanyak 68 unit.

Adapun, jumlah dermaga yang siap dipakai hanya 6 pasang. Akibatnya, waktu operasi kapal per bulan hanya 12 hari. "Idealnya sepasang dermaga untuk 5 kapal plus 1 kapal cadangan. Berarti 6 kapal per dermaga, dikalikan 6 dermaga hanya ideal untuk 36 kapal saja," katanya.

Waktu operasi yang singkat tersebut membuat pengusaha kapal penyeberangan merugi. Pasalnya, terjadi pemborosan dari sisi bahan bakar dan sumber daya manusia.

Khoiri menerangkan, feri merupakan moda transportasi yang unik, karena sekalipun tidak beroperasi tetap membutuhkan biaya operasional. Biaya tersebut untuk menghidupkan genset dan operasional anak buah kapal. Ditambah lagi dengan perawatan (docking) yang dihitung berdasarkan tahun kalender dan bukan jam operasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini