Indeks Logistik Indonesia Masih Bisa Kejar Malaysia

Bisnis.com,02 Okt 2020, 13:26 WIB
Penulis: Anitana Widya Puspa
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Selasa (19/5/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Posisi indeks logistik Indonesia di peringkat saat ini 46 masih dapat diperbaiki untuk mengejar ketertinggalan dari Malaysia yang memiliki kultur tidak jauh berbeda.

Praktisi supply chain Tyna Marjan mengatakan dari enam indikator yang digunakan oleh Bank Dunia dalam menentukan kinerja logistik, maka Indonesia perlu memperbaiki dari sisi internal terlebih dahulu. Contohnya, untuk bea cukai dan ketersediaan infrastruktur saat ini akan lebih banyak berasal dari inisiatif pemerintah terkait dengan kebijakan.

Sementara untuk hal yang berkaitan dengan kompetensi dapat dilakukan oleh masing-masing perusahaan dalam memilih vendor jasa pengiriman yang andal dan cepat tanpa ada kerusakan. Tak jauh berbeda dengan keterlibatan penggunaan teknologi dalam aktivitas logistik.

Berdasarkan data World Bank yang terakhir dirilis pada 2018, Indonesia berada di peringkat 46 dengan skor 3,15. Sementara di Asean, Indonesia berada di peringkat lima setelah Singapura, Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Padahal dari sisi kultur Indonesia tak berbeda jauh dengan Vietnam dan Malaysia

“Kalau berbenah bisa. Terlebih dari 2012 sampai 2018 peringkat Indonesia cenderung membaik dari 59,53, dan sekarang 46. Indonesia juga masih memiliki kesempatan untuk setidaknya mengejar India dan Malaysia,” jelasnya, Jumat (2/10/2020).

Menurutnya berdasarkan data yang ada akan jauh lebih mudah menempatkan dan mengevaluasi selama pandemi ini apakah setiap perusahaan Indonesia memiliki divisi atau strategi dalam manajemen risiko. Hal itu penting untuk mengubah kebijakan dengan cepat terkait kondisi yang tidak bisa dikontrol perusahaan.

Sejumlah potensi isu yang masih muncul dalam logistik di Indonesia adalah regulasi impor dengan sejumlah peraturan dan divisi yang terlibat. Saat ini, proses di Bea Cukai terpetak-petak, tidak terintegrasi dengan kedinasan lainnya.

Dia mencontohkan dinas industri pada peraturan impor besi dan baja dan dinas pertanian pada impor biji atau benih tanaman untuk pengembangan.

Selain tentunya tantangan geografis alam karena Indonesia tidak mungkin menggunakan satu moda saja. Tak hanya itu banyak industri manufaktur yang masih dibangun di pelosok dan tetap berpacu dengan target pengiriman dan packing. Hingga isu-isu sumber daya manusia dalam logistik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rio Sandy Pradana
Terkini