Bisnis.com, JAKARTA - Kendati perbankan sudah terus menurunkan suku bunga depositonya hingga ke level 3 persen, masyarakat masih cenderung menahan belanjanya dan memilih menyimpan dana di bank, khususnya dari segmen ekonomi menengah atas.
Sampai kapan masyarakat akan memilih menimbun uangnya dan membuat perekonomian mengalami deflasi? Bila kondisi ini berkelanjutan, efeknya justru akan memperparah kondisi ekonomi dan membuat pemulihan lebih lambat.
Sebagai informasi, dari data terbaru yang dilansir Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menunjukkan nominal simpanan rekening jumbo terus bertambah setidaknya dalam dua bulan terakhir. Bahkan, pertumbuhannya melebihi pertumbuhan nominal simpanan secara keseluruhan.
Berdasarkan laporan distribusi simpanan bank umum, LPS mencatat nominal simpanan per Agustus 2020 yakni Rp6.563 triliun, atau bertambah Rp175 triliun dari nominal simpanan per Juli 2020.
Pergerakan simpanan dengan tiering nominal di atas Rp5 miliar mengalami kenaikan paling tinggi. Nominal simpanan di atas Rp5 miliar bertambah Rp143 triliun menjadi Rp3.186 triliun, atau naik 4,7 persen secara month to month (mtm).
Begitu pula pada Juni-Juli 2020, nominal simpanan di atas Rp5 miliar juga naik paling tinggi di antara segmen lainnya. Nominal simpanan di atas Rp5 miliar per Juli 2020 bertambah Rp31 triliun menjadi Rp3.043 triliun, dari posisi Juni 2020 sebesar Rp3.012 triliun.
Berdasarkan jumlah rekening, akun rekening per Agustus 2020 sebanyak 330,81 juta atau bertambah 11,11 juta dari jumlah rekening per Juli 2020. Penambahan itu paling banyak berasal dari tiering nominal kurang dari Rp100 juta.
Rekening dengan tiering nominal kurang dari Rp100 juta per Agustus 2020 bertambah 11,1 juta menjadi 325,10 juta, atau naik 3,53 persen dari posisi Juli 2020. Sementara itu, rekening dengan tiering nominal di atas Rp5 miliar bertambah 1.846 menjadi 107.020, atau naik 1,76 persen.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menyampaikan kenaikan nominal simpanan di atas Rp5 miliar tersebut menunjukkan kelas menengah atas cenderung melakukan saving sebagai antisipasi memburuknya ekonomi beberapa bulan ke depan.
"Ini juga yang menjelaskan kenapa ada deflasi selama beberapa bulan berturut-turut karena masyarakat yang memiliki uang menahan belanja," jelasnya, Kamis (1/10/2020).
Baca Juga : Deflasi 3 Bulan, Apa yang Salah dari Pemerintah? |
---|
Sementara itu, lanjutnya, bagi bank tentu kondisi ini berdampak negatif bagi profitabilitas. Di sisi lain, pertumbuhan kredit per Agustus hanya 1 persen yoy.
"Jika simpanan terus naik, sementara kredit lambat akan terjadi disintermediasi keuangan. Kondisi ini makin memperlambat pemulihan ekonomi," imbuhnya.
Terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah memperkirakan nasabah perbankan masih tetap akan menaruh dana di bank walaupun suku bunga turun karena adanya wabah.
"Masyarakat tidak punya pilihan selain menabung, karena ketidakpastian yang sangat tinggi. Belanja pemerintah pun juga belum begitu kuat untuk mendorong konsumsi masyarakat," jelasnya.
Piter pun memperkirakan penurunan suku bunga deposito saat ini justru lebih meringankan net interest margin perbankan yang tertekan akibat restrukturisasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel