Bisnis.com, JAKARTA - Nilai kerugian PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berdasarkan hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yakni Rp16,8 triliun disebut belum mencakup seluruh kerugian yang diderita BUMN tersebut.
Hal itu ditegaskan Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko dalam konferensi pers, Minggu (4/10/2020).
"BPK sudah melakukan audit investigasi terhadap kerugian negara. Total kerugian negara terkait investasi adalah Rp16,8 triliun. Nilai tersebut belum meliputi seluruh kerugian Jiwasraya," jelasnya.
Hexana memerinci bahwa Jiwasraya menghadai kondisi keuangan yang serius sehingga tidak mampu memenuhi kewajibannya secara penuh. Kondisi itu didorong setidaknya oleh 4 faktor utama.
Pertama, likuiditas dan solvabilitas sebenarnya sudah terjadi sejak lama, lebih dari 10 tahun. "Namun, tidak diselesaikan secara fundamental atau solusi yang tepat," jelas di.
Faktor berikutnya adalah tata kelola tidak sesuat dengan standar pasar. Kemudian, tata kelola investasi tidak sehat dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian menjadi faktor penyebab ketiga.
"[Keempat] Ada dugaan fraud dari manajemen lama yang sedang diproses di Kejaksaan," jelas Hexana.
Seperti diketahui, pemerintah tengah menyiapkan skema suntikan dana (bailin) untuk menyelamatkan Jiwasraya. Dana sebesar Rp22 triliun siap digelontorkan untuk perusahaan asuransi pelat merah yang tengah dirundung masalah itu.
Rencana penyuntikan Rp22 triliun itu membengkak dari skenario sebelumnya. Perlu dicatat kebutuhan dana untuk penyelamatan Jiwasraya itu memang sering berubah-ubah. Pada Februari 2020 sempat disebut-sebut bahwa penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp15 triliun.
Kemudian, kebutuhan dana melonjak menjadi Rp20 triliun. Kebutuhan sebesar itu tertuang dalam Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat Pidato Kenegaraan 17 Agustus 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel