Jiwasraya Tekor Rp37 Triliun, Disuntik Rp22 Triliun. Apa Cukup?

Bisnis.com,05 Okt 2020, 09:03 WIB
Penulis: Hendri Tri Widi Asworo
Pekerja membersihkan logo milik PT Asuransi Jiwasraya (Persero) di Jakarta, Rabu (31/7). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA – Kondisi terkini, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tercatat memiliki ekuitas negatif sebesar Rp37,4 triliun. Pemerintah bakal melakukan penyertaan sebesar Rp22 triliun untuk menyelamatkan perusahaan pelat merah tersebut.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko menyampaikan bahwa perseroan memiliki masalah keuangan serius yang mengakibatkan tidak mampu memenuhi kewajiban secara penuh dalam 2 tahun terakhir.

Dia memaparkan bahwa ada empat faktor utama yang membuat kondisi keuangan Jiwasraya memburuk. Pertama, masalah likuiditas dan solvabilitas sebenarnya sudah terjadi lebih dari 10 tahun, tetapi tidak diselesaikan secara fundamental atau solusi yang tepat.

Kedua, tata kelola perusahaan tidak sesuai dengan standar pasar. Ketiga, tata kelola investasi tidak sehat dan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian. Keempat, ada dugaan tindak pidana (fraud) dari manajemen lama yang sedang diproses di Kejaksaan.

“BPK sudah melakukan audit investigasi terhadap kerugian negara. Total kerugian negara terkait investasi saja Rp16,8 triliun. Nilai tersebut belum meliputi seluruh kerugian Jiwasraya,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Minggu (4/10/2020).

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan konsultan independen, ungkapnya, nilai kerugian atau ekuitas negative Jiwasraya saat ini mencapai Rp37,4 triliun. Kerugian itu terdiri dari masalah solvabilitas, fraud, dan lainnya.

Khusus untuk masalah fraud, pemerintah mengklaim bahwa Kejaksaan telah menyita aset terhadap orang yang bertanggung jawab terhadap ‘perampokan’ tersebut senilai Rp18 triliun. Namun, aset tersebut kelak akan masuk ke kas negara bila ditetapkan bersalah.

“Tuntutan, aset dari orang yang dianggap bertanggung jawab sudah disita, nilainya sampai Rp18 triliun ya. Masuk ke aset pemerintah Kami bekerja dari sisi bisnis, pemerintah yang lain bekerja dari sisi hukum. Semua proses sedang dikerjakan,” kata Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga dalam konferensi pers tersebut.

Guna menyelamatkan Jiwasraya, pemerintah bakal menyuntikan dana sebesar Rp22 triliun. Penyuntikan dana tersebut akan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pada alokasi APBN 2021 sebesar Rp12 triliun. Tahap kedua pada APBN 2020 sebesar Rp10 triliun.

Menurut Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Robertus Bilitea,  penyertaan negara itu nanti akan diberikan lewat perseroan. Sebelum dikucurkan dana, tuturnya, perseroan akan mendirikan perusahaan asuransi jiwa baru yang bernama IFG Life.

Perusahaan asuransi baru tersebut yang akan menerima restrukturisasi polis milik nasabah Jiwasraya. Targetnya perusahaan asuransi tersebut berdiri sebelum akhir tahun ini. Tidak hanya restrukturisasi, perusahaan ini juga akan melayani bisnis asuransi lainnya.

“IFG ini akan going concern, tumbuh menjadi satu perusahaan yang sehat, memberikan layanan asuransi bukan hanya kepada nasabah Jiwasraya tetapi kepada nasabah umum. Kami masuk ke asuransi kesehatan. Kami juga membangun bisnis kami di dana pensiun, hasil konsolidasi dana pensiun yang dilakukan saat ini,” tuturnya.

Seperti diketahui, BPUI adalah induk dari holding perusahaan asuransi milik pemerintah. Di bawah BPUI da Bahana Sekuritas, Askrindo, Jasindo, Jamkrindo, Jasa Raharja, dan kelak IFG Life.

Nasabah Asuransi Jiwasraya tengah melakukan demonstrasi menuntut pembayaran polisnya./Bisnis
 

STRATEGI MEMENUHI KEWAJIBAN

Dengan kondisi Jiwasraya yang tekor sebesar Rp37,4 triliun, apakah penyertaan pemerintah sebesar Rp22 triliun cukup? Hexana menyampaikan bahwa dana penyertaan dari pemerintah akan dikelola dan diinvestasikan guna memenuhi kebutuhan pemegang polis.

“Karena liabilitas lebih besar dari dana, tidak bisa langsung semua. Harus ada realokasi. Investasi harus ketat. Asumsinya di-risk free saja, di governement bond begitu,” terangnya.

Jadi, manajemen akan menginvestasikan dana sembari melakukan pembayaran angsuran polis peserta Asuransi Jiwasraya. Manajemen akan mencicil angsuran polis tersebut guna mensiasati selisih dana penyertaan dan kewajiban yang harus dibayar.

Ada opsi pembayaran kewajiban pemegang polis secara penuh. Namun, nilainya akan dipotong cukup besar atau hair cut. Skema angsuran ini akan ditawarkan kepada pemegang polis. Akan tetapi, Hexana belum bisa menyampaikan detail skema pembayaran polis.

“Agar uang cukup diatur, sebagian ditempatkan, sebagian dipakai untuk mencicil. Agar nasabah tidak mengalami pemotongan yang besar,” tuturnya.

Ekonom Indef Piter Abdullah berpendapat penyertaan modal sebesar Rp22 triliun bisa mencukupi untuk menutup kebutuhan Rp37 triliun dengan cara memutar duit sebelum rescedule polis jatuh tempo. "Rencana pemerintah akan diputar atau financial engineering melalui anak perusahaan yang baru dibentuk."

Arya menambahkan bahwa pilihan sharing pain atau ‘berbagi sakit’ antara nasabah dan pemerintah. “Nasabah juga sakit karena harus dicicil, pemerintah juga sakit karena harus melakukan itu [penyertaan modal],” ujarnya.

Berdasarkan catatan Jiwasraya, hingga 31 Agustus 2020 jumlah pemegang polis mencapai 2,63 juta orang. Lebih dari 90% nasabah diklaim pemegang polis program pensiunan dan masyarakat kelas menengah ke bawah.

Bahkan, peserta program pensiunan Jiwasraya itu ada yayasan guru dengan jumlah peserta 9.000 orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hendri Tri Widi Asworo
Terkini