Omnibus Law dan Kenaikan Harga Batu Bara Dongkrak Saham Emiten Tambang

Bisnis.com,08 Okt 2020, 10:25 WIB
Penulis: Finna U. Ulfah
Aktivitas di pelabuhan PT Bayan Resources Tbk. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Saham emiten pertambangan kompak menguat pada awal perdagangan hari ini, Kamis (8/10/2020). Harga saham menguat seiring dengan kenaikan harga batu bara dan sentimen positif dari pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja.

Hingga pukul 10.00 WIB, mayoritas saham emiten berhasil bertengger di zona hijau. Penguatan dipimpin oleh saham PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) yang naik 2,8 persen ke level Rp2.020 ; disusul saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) yang naik 2,15 persen ke level Rp950.

Tidak kalah, saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk. (MBAP) juga menguat 1,95 persen ke level Rp2.090 ; kemudian disusul PT Harum Energy Tbk. (HRUM) yang naik 1,9 persen ke level Rp1.605 ; dan saham PT United Tractors Tbk. (UNTR) yang naik 1,68 persen ke level Rp22.650.

Emiten kakap seperti PT Adaro Energy  Tbk. (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) pun ikut menguat dengan masing-masing bergerak naik 1,33 persen dan 1,23 persen.

Kendati demikian, momentum ini tidak dimanfaatkan oleh saham PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) yang melemah 1,96 persen ke level Rp50, PT Bayan Resources Tbk. (BYAN)  dan PT Dian Swastatika Sentosa Tbk. (DSSA) yang tidak bergerak dari posisi pada perdagangan sebelumya.

Untuk diketahui, Omnibus Law dinilai juga akan memberikan dampak positif terhadap emiten pertambangan batu bara. 

Dalam beleid terbaru tersebut, tercantum setiap pelaku usaha batu bara yang mengintegrasikan usaha hulu batu baranya dengan usaha hilir akan mendapatkan royalti sebesar nol persen.

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Andy Wibowo Gunawan mengatakan bahwa PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) akan menjadi salah satu emiten pertambangan batu bara yang akan mendapatkan tuah dari beleid itu.

Pasalnya, saat ini emiten pelat merah itu tengah mengembangkan proyek hilirisasi batu bara dengan mitra strategis perusahaan asal Amerika Serikat, Air Products, yaitu proyek gasifikasi mengubah batu bara menjadi DME.

“Namun, kami belum memasukkan rencana tersebut ke dalam asumsi keuangan kami karena kami masih menunggu teknis dari peraturan pemerintah,” ujar Andy seperti dikutip dari publikasi risetnya, Rabu (7/10/2020).

Selain itu, Andy menjelaskan bahwa Omnibus Law akan menimbulkan pemangkasan birokrasi di bidang ketenagalistrikan. Misalnya, pemerintah pusar bisa merumuskan dan menetapkan kebijakan energi tanpa perlu membicarakannya dengan DPR.

Oleh karena itu, Andy yakin Omnibus Law dapat memberikan kemudahan dalam pembangunan infrastruktur energi dalam jangka panjang dan menguntungkan emiten pertambangan batu bara. 

Di sisi lain, harga batu bara masih berada di jalur kenaikannya dan diproyeksikan dapat mempertahankan tren penguatannya di sisa tahun ini.

Harga batu bara telah menguat hingga 20,37 persen sejak menyentuh level terendahnya pada satu bulan lalu di level US$53,5 per ton. Kendati demikian, sepanjang tahun berjalan 2020 harga batu bara masih terkoreksi 12,2 persen.

Kendati demikian, berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Rabu (7/10/2020), harga batu bara Newcastle berjangka untuk kontrak Januari 2021 parkir di zona merah di level US$63,3 per ton atau turun 1,1 poin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini