Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan berupaya menjadikan modal sebagai bantalan peningkatan rasio kredit bermasalah di samping dengan terus menjaga kualitas kredit yang disalurkan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan kenaikan rasio kecukupan permodalan (capital adequacy ratio/CAR) sejak masa pandemi Covid-19 cenderung didominasi oleh penurunan dari ATMR perbankan.
"Kondisi CAR perbankan saat ini sangat baik sehingga masih bisa menyerap peningkatan potensi NPL ke depannya," katanya kepada Bisnis, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, potensi peningkatan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) perbankan juga didukung oleh kebijakan restrukturisasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berpotensi untuk diperpanjang.
Ke depannya, potensi peningkatan NPL pun dapat dimitigasi dengan upaya mendorong pertumbuhan kredit yang didukung oleh perbaikan aktivitas ekonomi serta stimulus fiskal untuk mengungkit konsumsi. Perbaikan konsumsi diharapkan dapat diikuti perbaikan konsumsi sehingga menumbuhkan permintaan kredit.
"Dengan kuatnya permodalan perbankan, kondisi likuiditas yang ample, serta risiko kredit yang termitigasi dengan baik, maka harapannya fungsi intermediasi perbankan perbankan akan semakin optimal dan berkontribusi juga pada pemulihan ekonomi nasional," katanya.
Sementara itu, kalangan bankir menyatakan sudah menyiapkan sejumlah skenario permodalan dan strategi mengantisipasi pemburukan kredit.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., misalnya, mencatat NPL sebesar 2,98% pada Juni 2020, masih di bawah rata-rata industri perbankan. Sementara itu, kondisi permodalan BRI masih sangat memadai dengan besaran per Agustus 2020 mencapai 20,2%.
Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan posisi CAR BRI meningkat dibanding bulan Juli 2020 dan masih jauh di atas persyaratan minimum regulator sebesar 12%. Level CAR tersebut telah memperhitungkan kebutuhan bisnis BRI serta kemampuan untuk mengantisipasi adanya risiko kredit seperti pemburukan NPL, maupun risiko pasar, dan operasional.
"Selain memiliki kemampuan permodalan yang baik, BRI juga telah membentuk pencadangan kredit yang cukup dengan rasio NPL coverage di atas 200%," tuturnya.
Selain itu, sebagai upaya penyelamatan kredit terdampak UMKM, BRI telah melakukan upaya restrukturisasi secara masif khususnya di segmen UMKM.
Di tengah perlambatan kredit akibat pandemi, pertumbuhan kredit BRI juga dilakukan secara selektif yang berfokus pada Segmen UMKM khususnya Mikro.
"BRI juga menyalurkan kredit pada sektor tidak terdampak signifikan seperti pangan, pertanian dan kesehatan," sebutnya.
Terpisah, PT Bank Sahabat Sampoerna mencatat per akhir semester I/2020, NPL gross terjaga di level 3,8% dengan CAR berada di level 17,8%.
CFO PT Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra mengakui, di tengah situasi ekonomi makro saat ini, NPL memang masih mungkin akan meningkat hingga tahun depan. Namun, perseroan mengusahakan sedapat mungkin agar peningkatan yang terjadi tidak terlalu tinggi.
Menurutnya, untuk mengelola NPL, Bank Sampoerna juga selektif dalam memberikan kredit. Hampir seluruh pinjaman yang disalurkan Bank Sampoerna didukung oleh jaminan yang memadai. Selain itu, pinjaman yang diberikan juga sebagian besar merupakan pinjaman produktif yang secara umum memiliki risiko lebih rendah daripada pinjaman konsumtif.
"Kami telah melakukan restrukturisasi atas sebagian kredit yang diberikan. Dengan restrukturisasi ini, kami harapkan nasabah akan dapat memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman mereka," katanya kepada Bisnis, Selasa (6/10/2020).
Bank Sampoerna, telah meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan (CKPN). Nilai cadangan ini per akhir Juni 2020 telah meningkat dari yang tercatat pada satu tahun sebelumnya.
"Dengan semua hal tersebut dan dengan terus memelihara reputasi serta komunikasi yang baik dengan nasabah, kami meyakini bahwa kami siap menghadapi tantangan ke depan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel