Dana Kelolaan Reksa Dana Susut Hampir 2 Persen, Apa Penyebabnya?

Bisnis.com,12 Okt 2020, 19:50 WIB
Penulis: Ria Theresia Situmorang
ILUSTRASI REKSA DANA. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksa dana secara industri terpantau mengalami penurunan pada September 2020 lalu.

Mengacu pada data Infovesta Utama, industri reksa dana masih mengalami penurunan dana kelolaan dari Rp542,27 triliun di akhir Agustus 2020 menjadi Rp531,52 triliun di akhir September 2020 atau turun sebesar 1,98 persen.

Data yang sama menjabarkan seluruh jenis reksa dana kompak mengalami penurunan dana kelolaan, dengan penyusutan nilai aktiva bersih atau NAB paling signifikan dialami oleh reksa dana campuran yang merosot 5,49 persen dan reksa dana pasar uang yang juga turun 4,34 persen.

Head of Investment Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan faktor eksternal dari Amerika Serikat juga ikut mempengaruhi penurunan dana kelolaan. 

“Koreksi pasar pada bulan September sebagian besar didorong oleh sentimen risk-off di AS [koreksi mendalam pada indeks S&P dan penurunan imbal hasil US treasury] yang menyeret semua aset berisiko di tempat lain termasuk saham, mata uang, obligasi, komoditas,” ungkap Farash kepada Bisnis, Senin (12/10/2020).

Dari dalam negeri, hal ini diperparah dengan meningkatnya kasus Covid-19, PSBB jilid dua di kawasan DKI Jakarta, kurangnya independensi Bank Indonesia ke depan dan prediksi resesi pada triwulan ketiga.

Terkait penurunan pada dana kelolaan instrumen reksa dana paling minim risiko yakni reksa dana pasar uang (RDPU), Farash menduga bahwa hal ini berhubungan dengan beberapa penempatan jangka pendek yang sudah mature underlyingnya.

“Kalau kita lihat minat RDPU masih tinggi terutama untuk menempatkan ekstra likuiditas dari institusi keuangan,” sambungnya.

Farash juga memprediksi katalis positif yang mendorong peningkatan dana kelolaan industri reksa dana pada bulan Oktober masih akan berasal dari Amerika Serikat.

Hal ini terutama didorong oleh kesepakatan tambahan stimulus fiskal Amerika Serikat dan keunggulan calon Presiden Joe Biden yang menyebabkan investor kembali masuk ke aset berisiko.

“Yang menarik juga dilihat UP (unit penyertaan) di bulan September untuk aset kelas saham, baik ETF, indeks dan reksa dana saham positif. Jadi indikasi juga banyak investor domestik memanfaatkan koreksi untuk ambil posisi investasi saat valuasi lagi rendah kembali,” sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini