Bisnis.com, JAKARTA - Para perusahaan asuransi kini terus berlomba-lomba memutakhirkan produk yang relevan dengan masa pandemi Covid-19. Apa pertimbangan yang harus dibuat apabila berminat memilih salah satunya?
Perencana keuangan sekaligus Chairman & President Asosiasi Perencana Keuangan International Association of Register Financial Consultant (IARFC) Indonesia Aidil Akbar Madjid mengungkapkan setidaknya ada tiga tips yang bisa diterapkan masyarakat untuk memilih asuransi Covid-19 ini.
"Yang dibutuhkan itu kan utamanya asuransi kesehatan, pandemi ini ada memang risikonya mengancam jiwa, tapi kecil. Maka buat yang belum memiliki asuransi, yang paling pas, ya, asuransi kesehatan yang cover Covid-19," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (13/10/2020).
Aidil menyarankan agar masyarakat memastikan perusahaan yang dipilih merupakan perusahaan asuransi terpercaya dan jauh dari track record negatif, apalagi pernah terseret isu gagal bayar.
"Pilih yang bonafide, artinya track record panjang, manajemennya bagus, dan ada namanya risk based capital [RBC] harus di atas 125 persen. Jadi sebelum masuk, pastikan dulu. Karena para perusahaan yang gagal bayar itu sebenarnya sempat kelihatan dari kinerja tahun-tahun sebelumnya, mereka sudah ada tanda-tanda penurunan RBC," tambahnya.
Aidil berharap dengan maraknya isu terkait asuransi yang belakangan ramai, turut pula meningkatkan awareness masyarakat terkait kinerja dan prospek perusahaan asuransi yang bisa dipercaya.
Berikutnya, yakni dengan memastikan rincian manfaat dari produk tersebut. Artinya sebelum memutuskan mendaftar, harus dipastikan bahwa asuransi akan memberikan biaya santunan apabila tertanggung terkena virus corona yang mewajibkannya untuk dirawat di rumah sakit.
"Dulu, saya pernah menulis beberapa asuransi kesehatan biasa yang pakai embel-embel Covid-19, mereka bilang hanya mengganti biaya. Berarti itu asuransi kesehatan biasa, karena ini pandemi nasional yang ditanggung negara. Jadi pastikan ada benefit tambahan apabila kita terdiagnosa Covid-19," ujarnya.
Terakhir, Aidil juga menyinggung soal pengelolaan arus kas. Dia menyarankan agar jangan sampai di tengah penurunan ekonomi ini masyarakat tergoda memilih asuransi dengan bujet terlalu besar dari pendapatannya.
"Jadi tergantung belanja, pengeluaran, dan kebutuhan anggota keluarga, sekitar 10-15 persen itu bisa buat asuransi. Tapi kalau tujuan keuangannya banyak, maunya banyak, penghasilan kecil, ya harus dikecilin, cuma 5 persen paling," jelasnya.
Sekadar informasi, Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkap bahwa klaim khusus terkait Covid-19 yang tetap dibayarkan para perusahaan anggotanya telah mencapai Rp216 miliar dari 1.642 polis.
Kendati Covid-19 merupakan pandemi nasional yang biaya pengobatan ditanggung pemerintah, para perusahaan anggota AAJI tetap membayarkan klaim-klaim terkait virus corona ini. Sebagian besar adalah klaim asuransi jiwa dan kesehatan, tepatnya 1.578 polis dengan nilai Rp200,6 miliar atau 92,9 persen dari total klaim.
Sisanya, sekitar 7 persen merupakan klaim asuransi jiwa kredit, dengan kata lain, apabila ada nasabah yang mengambil kredit dan menggunakan proteksi asuransi jiwa kredit kemudian meninggal karena Covid-19, kreditnya dilunasi oleh pihak asuransi.
Jakarta menjadi tempat total klaim terbesar mencapai Rp148,9 miliar, disusul Jawa Timur Rp21,1 miliar, Jawa Barat Rp19,2 miliar, Banten Rp13,1 miliar, Jawa Tengah Rp3,74 miliar, dan Sumatra Utara Rp2,3 miliar, serta beberapa daerah lain dengan total klaim di bawah Rp2 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel