Bisnis.com, JAKARTA -- Rasio kredit bermasalah bank perkreditan rakyat terus menanjak sejak ada pandemi atau mulai April 2020. Terakhir, posisi rasio kredit bermasalah pada Juli 2020 telah menyentuh level 8,34 persen.
Sebelum terjadi pandemi, atau pada Maret 2020, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) BPR adalah sebesar 7,95 persen. Pada Januari dan Februari 2020 besaran NPL masing-masing 7,26 persen dan 7,53 persen.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan pandemi sudah diperkirakan akan menekan NPL perbankan. Hanya saja, peningkatan NPL BPR hingga 8 persen dinilai masih moderat dengan dibantu oleh program restrukturisasi. Tanpa adanya kemudahan restrukturisasi, besaran NPL yang terjadi akan lebih besar.
"Batas psikologisnya sama saja lima persen, tapi di tengah pandemi ini saya kira NPL 8 persen masih dapat dimaklumi, yang penting jangan sampai terjadi lonjakan lagi ke depannya," katanya kepada Bisnis, Rabu (14/10/2020).
Menurutnya, NPL pun masih akan terjaga ketika restrukturisasi dihentikan. Pasalnya, OJK kemungkinan baru akan menghentikan kebijakan restrukturisasi ketika kondisi ekonomi sudah membaik. OJK akan berupaya untuk menjaga lonjakan NPL tetap terkendali.
Apalagi, nasabah BPR lebih berisiko sehingga menyebabkan kondisi NPL BPR umumnya di atas NPL bank umum.
"Memang ada BPR yang rasio NPL-nya sangat rendah, tetapi itu tidak bisa menjadi ukuran untuk menggambarkan BPR secara umum," katanya.
Komisaris Utama BPR Lestari Bali Alex P. Candra mengatakan rasio NPL bank tercatat sebesar 2,06 persen per September 2020 sehingga terhitung masih managable. Adanya restrukturisasi kredit sesuai POJK 11/2020 menjadi salah satu faktor yang ikut menjaga NPL BPR Lestari.
Meskipun demikian, BPR Lestari memproyeksi 20 persen hingga 30 persen kredit yang direstrukturisasi akan menjadi NPL nantinya. Tambahan rasio kredit bermasalah tersebut membuat adanya tambahan NPL sebesar 4 persen sampai 6 persen.
"Hopefully pada saat itu kondisi membaik, sehingga bank bisa ekspansi. Jadi, faktor pembaginya akan bisa bertambah. NPL mungkin masih bisa kita jaga di bawah 5 persen nantinya," sebutnya.
Direktur Bisnis dan Pengembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hasamitra I Made Semadi mengatakan NPL bank masih berada di bawah 1 persen, tepatnya sebesar 0,96 persen (gross) per Agustus 2020.
Rasio NPL masih terjaga di tengah pandemi karena kredit yang sebagian besar atau dengan porsi 97 persen dari total kredit disalurkan ke ke Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI/Polri yang tidak terpengaruh pandemi.
Hal tersebut juga membuat restrukturisasi kredit di Bank Hasamitra tidak besar yakni hanya diterima oleh 10 debitur. Restrukturisasi tersebut diberikan kepada debitur UMKM yang memperoleh pembiayaan di Bank Hasamitra.
"Kami memang fokus di penagihan dan memperkuat man power dalam pengawasan kredit. Tetapi debitur yang kebanyakan ASN itu menjadi faktor utama rendahnya NPL," katanya.
Senior Faculty LPPI Moch Amin Nurdin menilai NPL BPR masih akan cenderung meningkat karena outstanding kredit yang cenderung tidak bertambah selama pandemi. Lantaran hal tersebut, NPL yang tinggi harus diimbagi dengan pertumbuhan kredit yang sehat.
"NPL yang tinggi ini tidak diimbangi dengan pertumbuhan kredit yang sehat dan sekarang cukup sulit untuk bisa tumbuh, maka akan membahayakan kelangsungan bisnis BPR," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel