Jumhur Hidayat Diancam Pidana Penjara 10 Tahun, Ini Alasan Polri

Bisnis.com,15 Okt 2020, 17:59 WIB
Penulis: Sholahuddin Al Ayyubi
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Raden Prabowo Argo Yuwono/Antara-HO/Polri

Bisnis.com, JAKARTA - Bareskrim Polri membeberkan alasan pihaknya menetapkan tersangka Petinggi KAMI Jumhur Hidayat dan diancam hukuman pidana 10 tahun penjara.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengemukakan bahwa tersangka Jumhur Hidayat telah membuat postingan bernada provokatif dan berbau SARA di media sosial Twitter.

Menurutnya, tujuan Jumhur Hidayat memposting hal tersebut yaitu untuk menghasut masyarakat agar berbuat anarkis saat melakukan aksi penolakan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law.

"Jadi yang bersangkutan modusnya mengunggah konten ujaran kebencian dan kemudian tersangka JH menyebarkan itu motifnya menyebarkan buatan berita bohong dan ujaran kebencian berdasarkan SARA," tuturnya, Kamis (15/10/2020).

Dari tangan tersangka Jumhur Hidayat, penyidik telah menyita sejumlah barang bukti antara lain ponsel pintar,  spanduk, kaos, kemeja, rompi dan topi serta akun media sosial Twiiter milik Jumhur Hidayat.

"Semua barang bukti sudah kami amankan dari tangan tersangka," katanya.

Atas perbuatannya, tersangka Jumhur Hidayat kini dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) Undang-Undang ITE Jo Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dengan ancaman pidana penjara maksimal selama 10 tahun.

Sebelumnya, tim gabungan Bareskrim Polri dan Polda Sumatra Utara (Sumut) telah menangkap delapan pegiat KAMI. Empat orang ditangkap di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Depok, dan empat lainnya ditangkap di Medan, Sumut.

Selain Jumhur Hidayat, para pegiat KAMI yang ditangkap tersebut yakni Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, Kingkin Anida, Anton Permana, dan Syahganda Nainggolan.

Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Pol. Awi Setiyono mengatakan penangkapan tersebut terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang diduga dilakukan para pegiat KAMI tersebut.

"Iya, terkait dengan demo pada tanggal 8 Oktober. Memberikan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau kelompok tertentu berdasarkan SARA dan penghasutan," kata Awi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Oktaviano DB Hana
Terkini