BRI (BBRI) Terus Kurangi Penyaluran Kredit ke Korporasi. Kenapa Ya?

Bisnis.com,16 Okt 2020, 12:00 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Gedung BRI/bri.co.id

Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. berupaya menekan porsi kredit ke segmen korporasi.

Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan penyaluran kredit korporasi perseroan adalah senilai Rp182 triliun. Dari nilai tersebut, sebanyak Rp86 triliun merupakan BUMN dan Rp95,8 triliun merupakan pihak swasta.

Sementara, dari pipeline restrukturisasi BRI, ada 32 debitur korporasi dengan outstanding kredit senilai Rp20,5 triliun yang bisa mendapatkan relaksasi.

Namun, realisasi restrukturisasinya masih diberikan kepada 30 debitur dengan nilai Rp18,3 triliun. Menurutnya, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL) kredit korporasi paling tinggi.

Padahal, sebagai bankir yang memiliki backround corporate banking, NPL yang tinggi tersebut harus bisa diatasi. Selama menjabat sebagai corporate banking di bank sebelumnya, Sunarso mengaku NPL kredit korporasi berada di level 0 persen.

Saat ini BRI pun berupaya menekan porsi penyaluran ke kredit korporasi. Dari semula porsi penyaluran kredit korporasi BRI sebeasr 25 persen saat ini mampu ditekan menjadi sekitar 21 persen.

"Tapi, di sini kami masih punya korporasi yang NPL segitu ya tidak masalah. Maka akan kami gerakkan saja porsi korporasinya makin kecil, kan dulu porsi korporasi 25 persen sekarang itu sudah sekitar 21," katanya kepada Bisnis, belum lama ini.

BRI sebenarnya menargetkan porsi penyaluran kredit korporasi mampu ditekan hingga posisi 15 persen dibandingkan dengan total kredit. Hanya saja, hingga saat ini menekan ke level 18 persen masih sulit dicapai.

"Kalau saya masih di sini menurut saya 20 persen kegedeaan, harus ada cita-cita ke sana [15 persen], tapi tidak pernah tercapai [18 persen]. Wong kami korporasi paling rendah masih 23-24 persen gitu kok," sebutnya.

Menurutnya, dari sektor, manufaktur menyumbang NPL tinggi pada kredit korporasi, juga yang berkaitan dengan pembangunan proyek jalan tol.

Upaya untuk memperbaiki cashflow dari sektor tersebut perlu dilakukan sehingga tidak memberatkan BRI sebagai kreditur. Selain sektor manufaktur, juga ada sektor perkebunan kelapa sawit dengan porsi cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas aset produktifnya mencapai 17,55 persen.

"Sebenarnya yang paling kena dulu sebenarnya manufaktur, kalau sawit itu tidak terlalu, tapi kalau [ada yang] bermasalah berarti dari dulu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini