Stimulus Pemerintah Belum Bisa Kerek Kredit, Perlu Revisi Kebijakan

Bisnis.com,16 Okt 2020, 20:38 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Karyawan berada di dekat logo Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, Jumat (17/1/2020). Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA - Program pemulihan ekonomi nasional belum mampu mendorong pertumbuhan demand kredit masyarakat. Sejumlah kalangan pun menilai stimulus yang diberikan pemerintah masih kurang tepat mendorong pertumbuhan kredit.

Adapun, pertumbuhan kredit terus mengalami perlambatan. Kredit mulai terus menunjukkan perlambatan yang signifikan pada April 2020 yang hanya tumbuh 5,73%, berlanjut pada Mei 2020 menjadi sebesar 3,09% Juni 2020 sebesar 1,49%.

Otoritas Jasa Keuangan sempat menilai kredit semakin membaik setelah pada Juli 2020 tercatat tumbuh menjadi 1,53%. Namun, mulai Agustus 2020, kredit terus melemah menjadi 1,04% dan berakhir semakin rendah pada September 2020 menjadi 0,12%.

Ketua Bidang Kajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani menilai dana PEN yang disalurkan pemerintah terlalu berfokus pada supply side berupa penjaminan kredit hingga penempatan dana untuk mendorong kredit. Sementara itu, dari alokasi dana PEN Rp695 triliun, penyaluran untuk demand side berupa bantuan langsung tunai hanya Rp203 triliun.

Menurutnya, penyaluran dana PEN untuk supply side saat ini belum diperlukan. Contohnya, pemberian subsidi bunga kepada UMKM yang belum berjalan optimal karena demand kredit yang masih rendah. Tidak adanya permintaan kredit membuat dana yang ditempatkan pemerintah pada lembaga penjamin milik negara pun terlihat menganggur.

"Kita apresisasi dana PEN, dalam implementasi harus disesuaikan dengan kebutuhan. Saya lebih setuju dana PEN dialihkan ke demand side, stimulus berupa BLT," katanya kepada Bisnis, Jumat (16/10/2020).

Pertumbuhan demand kredit kemungkinan baru akan terjadi pada pertengahan 2021. Pada saat itu barulah dana PEN untuk mendorong pertumbuhan kredit bisa disalurkan. "Dana PEN untuk mendorong kredit baru cocok tahun depan, perlu evaluasi berdasarkan kebutuhan," katanya.

Senada, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam mengatakan, di tengah pandemi yang sangat membatasi aktivitas usaha, permintaan kredit memang tidak terelakkan menurun. Begitu juga dengan appetite bank untuk menyalurkan kredit sangat rendah karena menyadari tingginya risiko kredit. "Saya kira begitu, [stimulus untuk mengerek kredit] menurut saya itu tidak akan efektif," katanya.

Menurutnya, untuk mendorong demand kredit, pemerintah sebaiknya mendorong bantuan tunai atau meningkatkan kelonggaran pajak seperti menghapuskan pajak PPN untuk barang-barang tertentu. Kebijakan tersebut akan mampu mendorong terjadinya konsumsi. "Yang dibutuhkan dunia usaha sekarang ini utamanya cashflows masuk," katanya.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sunarso mengatakan adanya penurunan bunga sekalipun belum mampu mengerek demand kredit masyarakat. Stimulus merupakan jurus terakhir untuk mendorong demand kredit tersebut karena bisnis yang sudah seret tidak bisa berproduksi lagi.

Menurutnya, dengan pemberian stimulus dari pemerintah, maka akan mampu menggerakkan ekonomi. Jika ekonomi bergerak, demand kredit akan tercipta. Dari situlah, BRI kemudian akan semakin ekspansif menyalurkan kredit. "Kalau stimulus sudah gerakkan ekonomi, maka create demand, BRI masuk di situ, strategi bisnis kita follow stimulus," katanya.

Sunarso mencontohkan BRI saat ini tengah menyalurkan bantuan produktif ke usaha mikro senilai Rp2,4 juta agar usaha bisa tumbuh berkembang. Dari penyaluran bantuan tersebut, BRI bisa mendorong usaha lebih bisa berkembang lagi dengan menyalurkan KUR super mikro senilai Rp10 juta.

"Point of the return kita harus ekspansi pada UMKM, mikro terutama, karena loan demand turun maka harus dipicu stimulus, BRI juga melakukan penyaluran stimulus dan bisa ekpansi dengan strategi bisnis follow stimulus," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini