Efek Omnibus Law hingga Pilpres AS Berpotensi Dorong IHSG ke 5.200

Bisnis.com,18 Okt 2020, 14:20 WIB
Penulis: Hafiyyan
Karyawan beraktivitas di galeri PT Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Selasa (6/10/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi masih dipengaruhi sentimen Omnibus Law dan stimulus jelang Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS).

IHSG naik 0,98 persen dari level 5.053,663 pekan sebelumnya menjadi 5.103,414 akhir sesi Jumat (16/10/2020). Penguatan cenderung terbatas di tengah maraknya tarik-menarik sentimen dukungan dan penolakan terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan adanya sejumlah sentimen mulai dari vaksin Covid-19 dan perkiraan kinerja emiten yang lebih baik di kuartal III/2020 membuat IHSG berpotensi menguat terbatas pada pekan depan.

"Adapun, level support IHSG berada di 5,067 sampai dengan 5,001, dan level resista di 5,182 sampai 5,200. Cenderung sell on strength bila IHSG menguat untuk bisa buy on weakness kembali ketika IHSG koreksi," paparnya, Minggu (18/10/2020).

Menurut Hans, komentar Bank Dunia tentang Omnibus Law UU Cipta Kerja sangat positif. Bank Dunia menilai UU sapu jagat ini merupakan upaya konkret pemerintah Indonesia melakukan reformasi besar-besaran di sektor bisnis.

Aturan ini akan menjadikan Indonesia lebih berdaya saing dan mendukung aspirasi jangka panjang bangsa untuk menjadi masyarakat yang sejahtera.

Penghapusan pembatasan yang berat pada investasi menandakan bahwa Indonesia terbuka untuk bisnis. UU ini dinilai dapat membantu menarik investor lebih banyak berinvestasi di Indonesia, menciptakan lapangan kerja, dan membantu Indonesia mengatasi masalah kemiskinan.

"Pelaku pasar keuangan sangat positif dengan UU ini sehingga penolakan keras akan menjadi sentimen negatif bagi pasar," imbuhnya.

Dari sisi eksternal, pekan depan pasar akan memperhatikan perizinan vaksin covid 19. Manajemen Pfizer Inc akan mengajukan izin vaksin covid-19 ke otoritas USA pada awal November.

Vaksin Pfizer merupakan hasil pengembangan perusahaan bersama mitranya di Jerman, BioNTech. Perkembangan perijinan vaksin menjadi sentimen positif di akhir pekan bagi bursa Eropa dan Amerika di tengah naiknya kasus Covid 19.

Saat ini pasar sudah memasukan optimisme vaksin akan segera ditemukan dan segera distribusikan. 

Pasar sempat terlihat koreksi setelah Regulator AS menghentikan uji coba pengobatan antibodi Covid-19 tahap akhir Eli Lilly. Uji coba tahap akhir ACTIV-3 merupakan pengobatan untuk pembentukan antibodi terhadap virus Ccovid-19 dihentikan sementara karena alasan keamanan.

Sebelumnya Johnson & Johnson mengumumkan menghentikan sementara uji coba tahap akhir kandidat vaksin virus covid 19 karena adanya laporan timbulnya efek samping yang belum bisa dijelaskan secara medis.

Hal ini membuat pasar berpikir proses pencarian obat dan vaksin Covid 19 tidak mudah dan masih butuh waktu lama.

Selain itu, harapan stimulus fiskal di Amerika Serikat menjadi perhatian pelaku pasar beberapa pekan ke depan. Steven Mnuchin Menteri Keuangan AS berbicara kepada Ketua DPR AS Nancy Pelosi bahwa Presiden Donald Trump akan "mempertimbangkan" menaikan jumlah bantuan pada paket stimulus fiskal US$1,8 triliun yang diusulkan sebelumnya.

Presiden AS Donald Trump sempat meminta Kongres untuk mengesahkan RUU bantuan virus covid  19 dengan dikurangi dana sisa dari program kredit UKM yang kadaluarsa.

Juru bicara Gedung Putih mengatakan anggota Senat dari Partai Republik akan mengikuti apa yang diinginkan Trump. Ada harapan terjadi kesepakatan paket stimulus Fiskal untuk mendorong Ekonomi AS keluar dari Resesi. 

Dari Pilpres AS, kandidat dari Partai Demokrat, Joe Biden, diperkirakan akan menang pemilihan presiden di 3 November 2020. Beberapa jajak pendapat menempatkan Biden memimpin atas kandidat dari Partai Republik Donald Trump.

Kemenangan ini akan mendorong paket stimulus ekonomi yang lebih besar dan mengurangi potensi perang dagang dengan China. Selain itu pajak perusahaan di AS juga di perkirakan akan naik.

"Hal ini mendorong USD lebih lemah dan akan positif bagi pasar Emerging Market termasuk Indonesia," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini