Ini Titik Lemah Undang-Undang Cipta Kerja Menurut Politisi PKS

Bisnis.com,19 Okt 2020, 00:43 WIB
Penulis: Jaffry Prabu Prakoso
Massa berkerumun tanpa menjaga jarak fisik protokol kesehatan saat mengikuti aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja Omnibus Law di depan kompleks DPRD Jateng, Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/10/2020). Satgas Penanganan Covid-19 mengimbau agar masyarakat yang berpartisipasi dalam menyampaikan aspirasi di depan publik melaksanakan protokol kesehatan dan menjaga jarak fisik guna mencegah penyebaran Covid-19 yang berpotensi terjadi pada kerumunan demonstrasi. ANTARA FOTO/Aji Styawan

Bisnis.com, JAKARTA – Undang-Undang Cipta Kerja disebut pemerintah sebagai salah satu prioritas transformasi utama, termasuk untuk pemulihan ekonomi pasca-pandemi.

Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Byarwati mengatakan bahwa  Omnibus Law Cipta Kerja memiliki beberapa titik kelemahan.

Pertama, kelemahan itu berawal dari minimnya penjelasan tentang arah RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah menyebut perbaikan iklim investasi. Namun tidak menerangkan secara detail bagaimana RUU ini berjalan memperbaiki roda perekonomian Indonesia,” katanya melalui pesan instan, Minggu (18/10/2020).

Anis menjelaskan bahwa pemerintah salah kaprah dalam mengganggap omnibus law diperlukan untuk menstimulus perekonomian nasional yang terhempas krisis apalagi di tengah pandemi Covid-19.

Menurutnya, perlambatan ekonomi Indonesia saat ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya regulasi. Permasalahan ekonomi Indonesia terletak kepada hal yang lebih mendasar.

“Di antara permasalahan ekonomi Indonesia yang mendasar adalah produktivitas tenaga kerja kita yang masih rendah. Menurut laporan Indeks Kompetisi Global yang dirilis di World Economic Forum (WEF) tahun lalu, kemampuan pekerja Indonesia berada di peringkat ke 65 dari 141 negara dengan skor 64,” jelasnya.

Peringkat ini kalah dari negara tetangga seperti Malaysia yang berada di peringkat ke 30 dengan skor 72,5 walaupun kita masih unggul dari Thailand dan Vietnam yang berada di peringkat 73 dan 93.

“Sementara RUU Cipta Kerja hanya fokus untuk menghasilkan lapangan kerja baru bukan untuk meningkatkan produktivitas pekerja,” jelasnya.

Kelemahan ketiga tambah Anis, omnibus law hanya menyentuh problem ekonomi struktural negara dengan fokus utama untuk mempermudah investasi dan melonggarkan regulasi ketenagakerjaan bukan ke arah ekonomi fundamental, yaitu tentang produktivitas pekerja.

Terakhir, pandangan narasi yang disampaikan pemerintah soal omnibus law untuk mempermudah investasi dianggap keliru. Alasannya yang menjadi prioritas adalah isu ketenagakerjaan. Ini adalah diagnosis yang keliru.

Mengutip data WEF, permasalahan utama yang menghambat investasi di Indonesia adalah korupsi dan ketidakpastian hukum yang melingkupinya. 

“Dengan memperhatikan poin-poin diatas, agaknya kita tidak bisa berharap omnibus law akan menjadi solusi terhadap permasalahan ekonomi Indonesia di tengah pandemi Covid-19,” terang Anis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Oktaviano DB Hana
Terkini