Satu Tahun Jokowi-Ma'ruf, Pengamat: Lebih Banyak Minus dari Plus

Bisnis.com,19 Okt 2020, 16:03 WIB
Penulis: Muhammad Khadafi
Presiden Joko Widodo/Biro Pers Sekretariat Presiden-Muchlis Jr

Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai satu tahun pertama pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin lebih banyak hal negatif dibandingkan dengan hal positif. Hal ini dia lihat dari sisi hukum dan demokrasi.

Hal pertama yang dia soroti adalah revisi UU KPK yang melemahkan upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.

“Hukum akhirnya bisa dikendalikan oleh eksekutif dan legislatif. Pasca revisi UU KPK, KPK tak garang lagi,” kata Ujang kepada Bisnis, Senin (19/10/2020).

Adapun revisi UU KPK merupakan warisan pemerintahan Jokowi pada periode pertama.

Revisi UU No.30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi UU No.19/2019 disahkan pada September 2020 atau pada akhir masa jabatan periode pertama Jokowi.

Hal tersebut menjadi landasan satu tahun pemerintahan Jokowi-Maruf.

Menurut Ujang, revisi UU KPK menyebabkan tidak ada lagi penangkapan atau kasus yang menyeret pejabat tinggi selama satu tahun terakhir.

Ujang juga menyoroti demokrasi yang saat ini hanya berada di atas kertas atau dalam teori. Faktanya, dalam berbagai aksi unjuk rasa selalu berujung dengan pelaporan dan penangkapan.

“Demokrasi mengalami kemunduran dan yang terkonsolidasi itu bukan demokrasi, tapi oligarki dan politik dinasti,” katanya.

Teranyar, gelombang protes besar muncul dari pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Buntut dari aksi unjuk rasa ini adalah penangkapan, seperti yang dialami aktivis dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Selain itu sejumlah peserta didik yang ikut dalam kegiatan demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja pun diancam sulit mendapatkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang biasanya digunakan untuk melamar pekerjaan.

Hal ini menjadi cerminan buruk praktik demokrasi di Indonesia, karena penyampaian pendapat melalui unjuk rasa merupakan perbuatan sah di mata hukum.

Ujang pun meminta pemerintah tidak membunuh hukum untuk kepentingan kekuasaan.

“Tegakkan hukum untuk membangun bangsa dan negara dan jalanlan demokrasi secara subtantif, bukan demokrasi prosedural dan kriminal,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Saeno
Terkini