Bisnis.com, JAKARTA — PT FinAccel Teknologi Indonesia atau Kredivo menyatakan bahwa jumlah transaksi dan pembelanjaan telah melebihi catatan sebelum pandemi virus corona. Kondisi itu pun dinilai sebagai sinyal positif pemulihan ekonomi dan potensi bagi pengembangan ekonomi digital.
General Manager Kredivo Indonesia Lily Suriani menjelaskan bahwa saat ini terdapat peningkatan adopsi digital yang memengaruhi perilaku masyarakat dalam menggunakan e-commerce. Keyakinan konsumen untuk bertransaksi dengan nominal besar pun mengalami peningkatan sehingga e-commerce menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurutnya, kondisi tersebut mendorong tumbuhnya transaksi di e-commerce. Terlebih, dalam kondisi pandemi Covid-19 masyarakat membatasi aktivitasnya di luar rumah, sehingga tren belanja secara online melalui e-commerce turut terdongkrak.
"Berdasarkan data internal Kredivo pada September 2020, jumlah transaksi pengguna dan rata-rata nilai pembelanjaan sudah melebihi angka pre-Covid, kami optimistis bahwa pemulihan ekonomi bergerak ke arah yang positif. Konsumen sudah kembali memiliki keberanian untuk berbelanja,” ujar Lily pada Senin (19/10/2020) melalui keterangan resmi.
Dia menjabarkan bahwa bedasarkan salah satu riset Kredivo, semua kelompok umur terbuka untuk melakukan transaksi secara online. Hal tersebut terlihat dari seluruh rentang usia yang mencatatkan jumlah transaksi rata-rata per orang per tahun hampir sama, yakni 17–20 kali dalam setahun.
Menurut Lily, dalam kondisi tersebut kemudahan akses dan fleksibilitas pembayaran menjadi salah satu kunci untuk menjaga tumbuhnya pemanfaatan e-commerce dalam aktivitas ekonomi. Oleh karena itu, Kredivo di antaranya menyuguhkan opsi pembayaran berkala saat Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) pada akhir 2020 dengan bunga 0 persen untuk tenor 3 dan 6 bulan.
“Kehadiran berbagai hari spesial belanja sepanjang kuartal IV/2020 ini kami harap akan meningkatkan minat dan kepercayaan masyarakat di tengah pemulihan ekonomi nasional dengan pertumbuhan GMV diperkirakan mencapai 50 persen dari kuartal III/2020.“ ujar Lily.
Peningkatan adopsi digital dan keyakinan konsumen tersebut sejalan dengan hasil Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019. Survei tersebut menunjukkan indeks inklusi keuangan atau penggunaan produk keuangan yang sudah mencapai 76,19 persen.
Meskipun begitu, angka tersebut memiliki kesenjangan dengan indeks literasi keuangan sebesar 38,03 persen yang menunjukkan pemahaman masyarakat. Menurut Lily, hal tersebut menunjukkan banyaknya masyarakat yang belum tahu dan terampil dalam menggunakan produk keuangan secara efektif.
Padahal, sebagai negara dengan nilai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, literasi keuangan yang baik khususnya di ranah digital menjadi penting.
Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Teknologi Finansial OJK Munawar Kasan menilai bahwa inovasi dan kolaborasi regulator dengan industri menjadi penting untuk mendorong literasi keuangan. Hal itu pun akan menjadi perhatian besar otoritas dalam bulan inklusi keuangan pada Oktober 2020 ini.
Ketua Harian Asosiasi Fintech Pembiayaan Indonesia (AFPI) Kuseryansyah menilai bahwa ruang tumbuh industri fintech di Indonesia masih sangat tinggi. Industri pun harus dapat memaksimalkan kemudahan akses keuangan digital saat ini dengan bijak.
“Di tengah fintech adoption di Indonesia yang masih di bawah 34 persen dan funding gap sebesar Rp989 triliun, kolaborasi regulator dan industri, serta inovasi dari pelaku ekosistem digital seperti yang dilakukan Kredivo dan mitra merchant, penting dalam memaksimalkan pemanfaatan kehadiran kemudahan akses keuangan digital saat ini secara bijak," ujar Kuseryansyah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel