Bisnis.com, JAKARTA — BPJS Watch menilai bahwa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin yang sudah berjalan selama satu tahun terakhir belum memenuhi sejumlah aspek mendasar dan fundamental terkait penyelenggaraan jaminan sosial. Padahal, Presiden Joko Widodo telah memiliki pengalaman lima tahun sebelumnya dalam mengatur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa pelaksanaan jaminan sosial dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf relatif tidak mengalami banyak perubahan. Satu hal yang jelas berubah yakni naiknya iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola BPJS Kesehatan.
Timboel menyoroti adanya sejumlah ketentuan yang belum dipenuhi dalam penyelenggaraan jaminan sosial. Misalnya, masih belum ada peningkatan pelayanan dalam pelaksanaan program JKN, tetapi besaran iuran telah dinaikkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan.
Padahal, isu pelayanan BPJS Kesehatan menjadi salah satu poin penyebab dikabulkannya uji materiil Perpres 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan, yakni besaran iuran saat itu memberatkan sejumlah pihak dan belum diiringi pelayanan yang optimal. Namun, setelah Perpres 75/2019 digantikan oleh Perpres 65/2020, belum terdapat peningkatan pelayanan yang signifikan.
Timboel pun menyoroti lambatnya pemadanan data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), terlihat dari belum bertambahnya peserta segmen itu meski menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin bertambah 1,63 juta orang akibat pandemi Covid-19. Padahal, berdasarkan Undang-Undang (UU) 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), masyarakat miskin harus menjadi peserta PBI.
"Ada beberapa hal yang tidak sesuai ketentuan, tidak dievaluasi, sehingga pelaksanaannya begini-begini saja," ujar Timboel kepada Bisnis, Senin (19/10/2020).
UU SJSN pun mengamanatkan peserta JKN yang menerima pemutusan hubungan kerja (PHK) tetap mendapatkan akses kesehatan selama enam bulan. Namun, menurut Timboel, dalam pelaksanaannya tidak demikian karena banyak proses PHK yang tidak memenuhi ketentuan dan banyak pekerja yang tidak didaftarkan ke dalam program JKN oleh pemberi kerjanya.
Timboel pun menyoroti sejumlah hal mendasar yang dapat menunjang keberlangsungan JKN, seperti cukai rokok yang belum dioptimalkan sebagai sumber pendanaan dan masih banyakya fraud di lapangan. Hal-hal tersebut menurutnya perlu dibenahi oleh pemerintahan Jokowi-Ma'ruf dalam empat tahun ke depan.
BPJS Watch turut menyoroti sejumlah aspek fundamental yang belum dipenuhi dalam pelaksanaan jaminan sosial oleh BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. Salah satu yang paling krusial, menurut Timboel, pemerintah belum melaksanakan amanat Peraturan Pemerintah (PP) 45/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, yakni besaran iuran pensiun harus ditinjau paling lama tiga tahun.
Menurut Timboel, tiga tahun setelah PP tersebut diketok palu, pemerintah tidak melakukan penyesuaian besaran iuran pensiun. Adapun, tiga tahun selanjutnya atau 2021 sudah di depan mata sehingga perlu terdapat peninjauan ulang besaran pensiun agar kualitas aset dana pensiun untuk masa depan dapat terjaga.
"PP 60/2015 [tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua/JHT] pun masih membiarkan orang ter-PHK langsung mengambil JHT, ini melanggar UU SJSN karena mestinya bisa diambil ketika meninggal, pensiun, dan cacat total. Ini persoalan ketahanan dana JHT nantinya," ujar Timboel.
Meskipun begitu, BPJS Watch mengapresiasi sejumlah kebijakan pemerintah yang menjadi bentuk komitmen penyelenggaraan jaminan sosial, seperti peningkatan besaran iuran PBI JKN menjadi Rp42.000 pada tahun lalu. Hal tersebut menunjukkan pemerintah mau 'menambal' kekurangan dana JKN melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebagai bentuk tanggung jawab.
Selain itu, berlakunya PP 82/2019 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKm) yang berisi peningkatan manfaat kedua program tersebut perlu diapresiasi. Menurut Timboel, salah satu manfaat utama dari aturan tersebut adalah adanya beasiswa bagi anak dari pekerja yang mengalami kecelakaan atau meninggal dunia.
"Ke depannya perlu ada pembenahan fundamental jaminan sosial, baik JKN maupun ketenagakerjaan. Harus melihat di periode pertama [kepemimpinan Presiden Joko Widodo], harus dibenahi, jangan sampai kasus klasik kembali terjadi di periode kedua," ujarnya.
Pada hari ini, Selasa (20/10/2020), pemerintahan Jokowi-Ma'ruf akan genap mencapaisatu tahun. Pasangan tersebut mengusung sejumlah program yang salah satunya yakni Mengembangkan Reformasi Sistem Jaminan Perlindungan Sosial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel