Moodys: Mega Merger Akan Menguasai 40 Persen Aset Bank Syariah

Bisnis.com,20 Okt 2020, 16:40 WIB
Penulis: M. Richard
Logo Bank Syariah milik BUMN/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Moody’s Investors Service memperkirakan bahwa gabungan aset dari mega merger 3 bank syariah milik BUMN, yakni PT Bank BRI Syariah Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah akan menyumbang sekitar 2% dari total aset perbankan di Indonesia dan 40% dari aset perbankan syariah.

Analyst Moody’s Investors Service Tengfu Li menyebutkan rencana merger diharapkan para pihak akan selesai pada Februari 2021 dan akan menciptakan yang ketujuh bank terbesar di Indonesia berdasarkan aset.

"Selain skala ekonomi yang lebih besar, franchise yang diperbesar akan membantu meningkatkan kesadaran perbankan Islam dan memacu permintaan lebih lanjut akan produk dan layanan keuangan yang sesuai dengan syariah;" katanya dalam paparan resminya, Selasa (20/10/2020).

Di samping itu, dia menyampaikan upaya ini juga akan menarik talenta perbankan yang selama ini menghindari bekerja untuk bank yang lebih kecil karena masalah gaji dan karier. Kondisi ini merupakan masalah abadi di antara bank-bank Islam yang ada.

Lebih lanjut, Bank BRI Syariah (BRIS), entitas yang menerima penggabungan, juga akan dapat mendiversifikasi bauran pembiayaan dan sumber pendanaannya untuk tujuan manajemen risiko. Karena modalnya yang diperbesar, bank ini juga dapat berkembang lebih ke arah korporasi yang lebih besar, yang umumnya berisiko lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.

"Bank juga akan memiliki peluang lebih besar untuk mengakses pasar sukuk global dengan keberadaannya yang lebih besar. Rencana merger tersebut merupakan bagian dari rencana pemerintah Indonesia untuk mengembangkan ekonomi syariahnya," demikian dikutip Bisnis dari publikasi riset Moody's, Selasa (20/10/2020).

Meskipun memiliki populasi mayoritas Muslim yang besar, perbankan syariah di Indonesia dinilai masih lebih lemah dibandingkan dengan di negara-negara regional Asia lainnya seperti Bangladesh, Brunei dan Malaysia.

Pasalnya, aset perbankan syariah di Indonesia hanya menyumbang 6% dari total aset perbankan pada 31 Juli 2020. Di antara alasan lain, penetrasi perbankan syariah di Indonesia rendah karena bank syariah secara individual kecil dan oleh karena itu tidak mampu membangkitkan kesadaran dan permintaan yang kuat untuk produk keuangan yang sesuai prinsip syariah. 

Alhasil, bank syariah pun kalah dan tidak menikmati kue bisnis sebesar perbankan konvensional. "Oleh karena itu, bank syariah kurang menguntungkan daripada bank konvensional karena kurang hemat biaya dan lebih bergantung pada deposito berjangka yang lebih mahal untuk pendanaan," imbuhnya.

Sementara itu, dia menambahkan kualitas aset bank syariah secara umum di Indonesia telah mulai membaik dalam beberapa tahun terakhir. Namun, penyebaran pandemi virus corona berpotensi akan mengganggu tren perbaikan tersebut. Hasilnya diperkirakan akan mulai terlihat dalam laporan keuangan pada tahun yang akan datang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini