1 Tahun Jokowi-Ma'aruf Amin, Perbankan Syariah Masih Perlu Kebijakan Alternatif

Bisnis.com,20 Okt 2020, 18:50 WIB
Penulis: Azizah Nur Alfi
Ketua Tim Project Management Office (PMO) dan juga Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi (tengah) bersama dengan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (kedua kanan), Direktur Hubungan Kelembagaan BNI Sis Apik Wijayanto (kedua kiri), Direktur Utama Bank BRIsyariah Ngatari (kanan) dan Direktur Bisnis Indonesia Financial Group Pantro Pander (kiri) dalam virtual press conference, Selasa (13/10/2020)/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah Institue Pertanian Bogor (CIEST-IPB) Irfan Syauqi Beik mengatakan keputusan merger tiga bank syariah BUMN menjadi terobosan yang signifikan dalam masa setahun pemerintahan Jokowi-Ma'aruf.

Adapun, perjanjian penggabungan bersyarat tiga bank syariah BUMN ditandatangani pada awal pekan lalu, yang menandakan proses merger dimulai.

Namun, dukungan kebijakan semestinya tidak berhenti pada aksi merger yang melahirkan bank syariah terbesar itu. Menurutnya, perlu ada dukungan kebijakan yang bersifat afirmatif untuk bank syariah. Salah satunya, kebijakan untuk memperkuat ekosistem bisnis syariah.

"Misalnya, ketika pemerintah menetapkan kawasan industri halal, maka seharusnya di kawasan itu menggunakan transaksi bank syariah. Ini akan membentuk ekosistem bisnis syariah," katanya, Selasa (20/10/2020).

Menurutnya, jika kebijakan yang mendukung pengembangan bank syariah terus didorong, maka diyakini mimpi Indonesia menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah dunia dapat tercapai. Apalagi, ini sejalan dengan komitmen Wakil Presiden Ma'aruf Amin yang mendorong ekonomi syariah selama kepemimpinannya.

"Saya berharap tidak berhenti sampai di sini [merger]. Kita masih perlu affirmative policy yang lebih kuat. Di samping kebijakan dari sisi edukasi yang menjadi penting terlihat dari tingkat literasi yang masih rendah," imbuhnya.

Sebagai informasi, tingkat literasi perbankan syariah sebesar 8,11% dan inklusi 11,06%. Angka ini jauh dari tingkat literasi terhadap perbankan nasional sebesar 29,66% dan inklusi sebesar 67,82%.

Namun, secara kinerja pembiayaan, DPK, dan laba, pertumbuhan industri perbankan syariah mampu melampaui pertumbuhan industri perbankan konvensional dan nasional. Per Juli 2020, aset perbankan syariah tumbuh tumbuh 9,88% yoy, di atas pertumbuhan perbankan konvensional sebesar 5,37% dan perbankan nasional 5,63%.

Sementara pembiayaan tumbuh 10,23%, di atas rata-rata perbankan konvensional sebesar 1,04% dan perbankan nasional 1,61%. Lebih lanjut, penghimpunan dana pihak ketiga tumbuh 8,78%, di atas perbankan konvensional sebesar 8,44% dan perbankan nasional 8,46%.

Meski begitu, secara market share perbankan syariah tidak meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Dari sisi aset, market share perbankan syariah sebesar 6,11% per Juli 2020. Sementara dari sisi pembiayaan, market share perbankan syariah sebesar 6,71% pada Juli 2020, tidak berbeda dari tiga tahun sebelumnya yang berada di level 6%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini