Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan memaparkan konsep ketentuan umum dan cakupan pengaturan perpanjangan POJK 11/2020 yang membahas mengenai restrukturisasi kredit.
Ketentuan ini berlaku bagi Bank Umum konvensional (BUK), bank umum syariah (BUS), unit usaha syariah (UUS), bank perkreditan rakyat (BPR), dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS).
Bank juga harus menerapkan manajemen risiko dalam penerapan stimulus berupa memastikan adanya kapasitas modal (CAR) dan likuiditas uang memadai sebelum melakukan perpanjangan stimulus, memiliki pedoman penetapan debitur yang terkena dampak Covid-19, dan melakukan analisis kemampuan debitur terdampak Covid-19 untuk bertahan setelah 31 Maret 2021.
Adapun, ketentuan debitur yang mendapatkan restrukturisasi adalah yang mengalami kesulitan untuk mememnuhi kewajiban pada bank karena terdampak dari penyebaran Covid-19 secara langsung maupun tidak langsung. Debitur diperkirakan dapat bertahan atau survive dari dampak Covid-19 sampai dengan 31 Maret 2021 atau saat POJK 11/2020 seharusnya berakhir. Ketahanan debitur ini sesuai dengan assestment bank.
Debitur yang berhak menerima perpanjangan POJK 11/2020 adalah debitur existing yakni yang telah mendapatkan restrukturisasi sebelum 31 Maret 2021 maupun debitur baru yang mendapatkan restrukturisasi setelah 31 Maret 2021. Apabila debitur existing tersebut dinilai mampu survive setelah 31 Maret 2021 sampai 31 Maret 2022 maka akan mendapatkan restrukturisasi dengan penilaian kualitas kredit lancar selama periode perpanjangan stimulus.
Sementara itu, apabila debitur existing tidak bisa survive setelah 31 Maret 2021 sampai dengan 31 Maret 2022 maka per 1 April 2021, penilaian kualitas mengacu ke POJK KA dan perlu dibentuk CKPN yang memadai. Debitur baru yang tidak mampu bisa survive setelah 31 Maret 2021 sampai dengan 31 Maret 2022, dinilai tidak eligible untuk mendapatkan stimulus sehingga dapat menggunakan restrukturisasi POJK KA.
Berdasarkan data OJK, realisasi restrukturisasi kredit per 28 September 2020 yang dilakukan oleh 100 bank telah mencapai Rp904,3 triliun yang diberikan kepada 7,5 juta debitur. Secara rinci, restrukturisasi tersebut diberikan kepada 5,82 juta debitur UMKM dengan nilai outstanding Rp359,98 triliun dan 1,64 juta debitur non-UMKM dengan nilai Rp544,31 triliun.
Artinya, kredit yang restrukturisasi per 28 September 2020 yang senilai Rp904,37 triliun, telah mengalami kenaikan Rp40,75 triliun dibandingkan dengan Agustus 2020.
Ketua Dewan Komisoner OJK Wimboh Santoso mengatakan debitur yang mendapatkan restrukturisasi merupakan nasabah yang tidak bisa mengangsur pokok mapun bunga hingga usahnya bisa beraktivitas normal kembali. Restrukturisasi kredit merupakan upaya agar pengusaha bertahan dulu di tengah adanya pandemi Covid-19.
Menurutnya, pemerintah pun telah memberikan sejumlah insentif kepada pelaku usaha agar bisa segera bangkit berupa subsidi bunga untuk UMKM maupun penjaminan kredit bagi pelaku usaha UMKM dan korporasi. Selain itu, Kementerian Keuangan juga memberikan insentif pajak kepada pelaku usaha.
"Jumlah restrukrurisasi sudah mulai flat kelihatannya magnitude sudah optimal tidak akan nambah lagi untuk tahun ini, sekarang permasalahan kita bagaimana yang sudah bisa bertahan ini bagaimana ke depan, bagaimana kita bangkit lagi," katanya dalam Ceremony Capital Market Summit anda Expo (CMSE), Senin (19/10/2020).
Menurutnya, kebijakan restrukturisasi yang tertuang dalam POJK 11/2020 memang dideain untuk bisa diperpanjang sejak dari awal. OJK mempersilahkan perbankan untuk memperpanjang restrukturisasi kepada nasabah yang sudah jatuh tempo selagi POJK tersebut masih berlaku sampai Februari 2020.
"Perpanjangan mungkin lebih beyond dari Februari tahun depan tidak masalah akan kita keluarkan," sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel