Bisnis.com, JAKARTA — Reformasi struktural dana pensiun dinilai perlu segera dilakukan untuk memastikan kualitas penduduk usia tua di masa depan. Saat ini, manfaat pensiun bagi masyarakat dinilai masih belum optimal, termasuk kontribusi industri bagi perekonomian.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatarwata menjelaskan akumulasi aset dana pensiun saat ini belum mencatatkan pertumbuhan yang optimal. Hal tersebut tercermin dari kontribusi aset itu terhadap PDB yang masih sebesar 6,03 persen.
Menurutnya, setidaknya terdapat lima kondisi yang membuat program pensiun saat ini belum optimal. Pertama, rendahnya kepercayaan terhadap dana pensiun yang berkaitan dengan pemahaman terhadap kondisi dana pensiun saat ini, baik secara operasional maupun finansial.
Kedua, imbal hasil investasi dana pensiun masih belum maksimal. Isa menilai bahwa industri dana pensiun memang memiliki kewajiban untuk berinvestasi di instrumen konservatif, tetapi instrumen lainnya belum menunjukkan imbal hasil yang maksimal.
Faktor kedua itu berkaitan dengan poin kelima yang disampaikan Isa, yakni adanya aturan minimal penempatan investasi di Surat Berharga Negara (SBN). Aturan ini merupakan pelaksanaan dari prinsip konservatif dan dapat mendorong pendapatan negara, tetapi imbal hasil investasinya relatif kecil.
Adapun, faktor ketiga menjadi sorotan utama, yakni kontribusi iuran yang berisiko tidak memenuhi kebutuhan manfaat jangka panjang. Menurut Isa, hal tersebut terjadi karena kurangnya peserta dana pensiun dan adanya risiko fiskal yang belum berimbang dengan pertumbuhan investasi.
"Fenomena yang kami amati, pembayarannya [iuran dana pensiun] tidak mencapai tingkat inflasi," ujar Isa pada Kamis (22/10/2020).
Faktor keempat adalah masih terdapat penarikan sementara manfaat pensiun oleh masyarakat. Hal tersebut membuat akumulasi dana pensiun tidak maksimal sehingga turut mengurangi kemampuannya untuk memenuhi pendanaan jangka panjang.
Menurut Isa, faktor pertama, kedua, dan ketiga menjadi kunci utama yang harus dibenahi dalam pelaksanaan reformasi struktural dana pensiun. Penguatan transparansi dan peningkatan kepercayaan terhadap dana pensiun harus menjadi gerbang awal.
Dia menjabarkan bahwa upaya peningkatan transparansi pelaksanaan program pensiun perlu dimulai dari pembuatan kebijakan yang berlandaskan studi lapangan (evidence-based policy). Selain itu, kebijakan pensiun yang disusun pun harus mengacu kepada model finansial yang melibatkan pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja.
Reformasi itu bertujuan untuk membuat program pensiun yang berkelanjutan, yang syaratnya yakni memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat tetapi juga membuat industrinya terus tumbuh. Menurut Isa, hal tersebut dapat dilakukan melalui perubahan skema pensiun yang ada.
Dia menilai bahwa penyelenggaraan Program Pensiun Manfaat Pasti (PPMP) harus diubah menjadi Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP). Terdapat pandangan bahwa program PPIP cukup membebani para pekerja karena skema perhitungan iurannya, tetapi program itu memberikan pendapatan yang lebih besar sehingga ketahanan dana lebih pasti.
"Terdapat sejumlah pertimbangan untuk [mengubah skema menjadi] PPIP, mulai dari desain program, pelaporan, investasi, hingga regulasi. Namun, secara prinsip, program ini memiliki keberlangsungan dari sisi fiskal dan manfaatnya bisa menjadi lebih optimal," ujar Isa.
Menurutnya, reformasi struktural itu bukan hanya harus dilakukan oleh industri dan masyarakat, tetapi juga membutuhkan komitmen pemerintah dalam menyusun dan melaksanakannya. Oleh karena itu, harmonisasi regulasi dan komitmen setiap pemangku kepentingan menjadi sangat krusial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel