Bisnis.com, JAKARTA - Sistem hukum penyelesaian sengketa ekonomi syariah perlu dimodernisasi dan diperkuat. Apalagi, jumlah sengketa ekonomi syariah terus meningkat seiring dengan bertambahnya pelaku usaha di industri ini.
Mohamad Nur Yasin, Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Jawa Timur, menyampaikan bahwa pelaku usaha industri syariah terus bertambah. Namun, seiring dengan itu, ketidakpatuhan pelaku industri ekonomi syariah juga meningkat.
Hal ini tercermin dari jumlah perkara di pengadilan agama yang meningkat dalam empat tahun terakhir. Pada 2019 tercatat ada 312 perkara ekonomi syariah.
Jumlah tersebut meningkat dari 2016 tercatat ada 146 perkara, pada 2017 ada 229 perkara, dan pada 2018 ada 287 perkara. Dia mengatakan paling banyak merupakan perkara wanprestasi dan PMH (perbuatan melawan hukum).
Oleh karena itu, perlu solusi kreatif dan efektif penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Menurutnya, hal itu perlu didorong apalagi pandemi Covid-19 berdampak pada kemampuan nasabah memenuhi kewajibannya.
"Secara nasional sistem hukum penyelesaian sengketa ekonomi syariah perlu dimodernisasi dan diperkuat. Ini yang bisa kita tafsirkan dari perkembangan perkara ekonomi syariah yang terus bertambah," katanya dalam webinar, Jumat (23/10/2020).
Direktur Risiko dan Kepatuhan PT Bank BNI Syariah Tribuana Tunggadewi menyampaikan banyak kasus pelanggaran hukum maupun fraud di lembaga keuangan syariah, tetapi belum ada ketentuan yang mengatur secara khusus. Oleh karena itu, hakim dituntut untuk menyelesaikan sengketa dengan mengacu pada peraturan yang berlaku atau melakukan terobosan hukum.
"Ini sangat diperlukan sekali buat kami para pencari keadilan agar pengadilan bisa melakukan terobosan hukum terhadap keputusan yang diambil oleh peradilan umum," katanya.
Dia mengatakan sengketa ekonomi syariah di BNI Syariah umumnya disebabkan karena wanprestasi yakni nasabah lalai memenuhi kewajibannya. Sebab lain, karena perbuatan melawan hukum yang terjadi ketika bank melakukan eksukesi/lelang.
BNI Syariah mencatat saat ini terdapat 31 gugatan dari nasabah atau pihak ketiga, terdiri dari 25 perkara PMH dan 6 perkara wanprestasi. Adapun, gugatan yang diajukan BNIS sebanyak total 28 perkara, terdiri dari 15 fiat eksekusi, 11 gugatan sederhana, 2 gugatan wanprestasi.
"Saat ini semuanya masih dalam proses di pengadilan. Pada dasarnya terhadap nasabah wanprestasi BNIS lebih memilih musyawarah mufakat," imbuhnya.
BNIS melakukan penelaahan terhadap nasabah wanprestasi. Berdasarkan hasil penelaahan, biasanya disebabkan adanya itikad buruk, kemampuan menurun, tidak ada kemampuan membayar. Selanjutnya, jika tidak terjadi musyawarah mufakat, maka BNIS akan melakukan penjualan agunan melalui lelang, fiat/KPKLN, atau gugatan wanprestasi.
Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung, Amran Suadi mengatakan perkara sengketa ekonomi syariah yang banyak masuk ke pengadilan agama yakni perkara wanprestasi dan perlawanan dalam eksekusi. Pengadilan agama memiliki tantangan tersendiri dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah yang menjadi kewenangannya berdasarkan UU No.3 Tahun 2006 tentang perubahan kedua UU No.7 Tahun 1989 tentang peradilan agama.
"Pada 2019 potensi sengketa ekonomi syariah meningkat sebanyak 389 perkara yang masuk ke pengadilan meliputi wanprestasi, PMH, keadaan memaksa (overmacht), dan keadaan sulit (hardship)," katanya dalam bedah buku berjudul Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel