Bisnis.com, JAKARTA — Penerapan kelas standar Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan disertai perubahan besaran iuran program tersebut. Pemerintah dinilai perlu melakukan dua langkah mitigasi dalam menentukan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS Kesehatan).
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan bahwa saat penerapan kelas standar dimulai pada 2021, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) akan melakukan pengajian ulang besaran iuran JKN berdasarkan perhitungan aktuaria. Hal tersebut harus dilakukan guna bisa memastikan keberlangsungan program.
Menurutnya, penentuan besaran iuran peserta segmen Pekerja Penerima Upah (PPU) APBN akan berjalan relatif mudah. Perhitungannya dapat tetap mengacu ke skema eksisting, yakni berdasarkan persentase terhadap upah yang saat ini sebesar 5 persen.
Di sisi lain, perhitungan besaran iuran untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) atau kelas mandiri, akan relatif sulit. Saat kelas standar berlaku, besaran iuran peserta kelas 3, 2, dan 1 akan dipukul rata sehingga perlu terdapat besaran yang sesuai.
Timboel berasumsi bahwa besaran iuran peserta mandiri akan lebih rendah dari tagihan kelas 1 dan 2 saat ini, masing-masing Rp150.000 dan Rp100.000. Namun, dia sangat meyakini bahwa besarannya itu akan lebih tinggi dari tagihan eksisting kelas 3 sebesar Rp42.000, dengan subsidi Rp15.500 yang masih berlaku hingga 31 Desember 2020.
"Ini artinya iuran kelas 3 peserta mandiri akan naik lagi, walaupun kelas 1 dan 2 akan turun. Menurut saya, dalam proses penghitungan iuran, khususnya untuk peserta mandiri harus bisa melihat kondisi daya beli peserta klas 3 mandiri yang kemungkinan iurannya akan naik," ujar Timboel pada Minggu (25/10/2020).
BPJS Watch menilai bahwa pemerintah harus tetap menerapkan iuran Rp42.000 untuk seluruh peserta mandiri dengan adanya kelas standar. Namun, jika kenaikan iuran tak terelakkan, terdapat dua mitigasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah.
Pertama, menurut Timboel, pemerintah harus memasukkan peserta mandiri kelas 3 yang tidak mampu menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Dengan langkah mitigasi itu, para peserta tetap memperoleh perlindungan dan pendapatan iuran pun terjaga.
Kedua, pemerintah tetap memberikan subsidi iuran kepada peserta kelas 3 yang ada saat ini agar mereka tetap bisa menjadi peserta aktif. Hal tersebut dapat dilakukan walaupun terdapat kenaikan iuran sebagai konsekuensi penerapan kelas standar.
Kebijakan subsidi iuran pun perlu ditinjau dengan bijak, karena saat ini subsidi hanya diberikan kepada peserta yang aktif. Artinya, peserta mandiri kelas 3 yang menunggak iuran tidak akan memperoleh subsidi, sehingga utang iurannya tetap sebesar Rp42.000.
BPJS Watch memperoleh informasi bahwa dalam penerapan kelas standar nanti DJSN akan menetapkan dua kelas kepesertaan BPJS Kesehatan, yakni kelas PBI dan Non PBI. Hal tersebut merupakan pelaksanaan amanat Pasal 54A Peraturan Presiden 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel