Mandiri Capital Lebih Fokus Support Fintech, Ini Alasannya

Bisnis.com,26 Okt 2020, 19:35 WIB
Penulis: Aziz Rahardyan
Presiden Direktur Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Selama pandemi Covid-19 masih melanda, perusahaan modal ventura cenderung 'wait and see' terkait pendanaan ke sektor teknologi finansial (fintech).

Survei Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) kepada 52 responden yang merupakan anggotanya, mengungkap sebanyak 69% terkena dampak akibat pandemi, paling banyak karena lima faktor.

Di antaranya, penurunan jumlah pengguna di beberapa model bisnis, penurunan penjualan untuk beberapa model bisnis, tantangan operasional, kesulitan dalam penggalangan dana, dan penundaan ekspansi bisnis.

Sebanyak 9% terutama fintech pinjaman atau lending dan pembayaran, mengaku mendapatkan pengguna dan peluang bisnis baru. Sisanya, 22% menyatakan saat ini bisnis tidak beroperasi penuh.

Dari sisi perusahaan modal ventura atau venture company (VC) selaku investor, Direktur Utama PT Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengungkap bahwa fenomena ini tentu jadi perhatian.

"Tapi harus dibedakan investment VC ke startup yang baru dengan investment VC ke startup yang sudah menjadi bagian dari portfolio atau follow on funding. Kalau ini tentu masih jalan. Karena modal ventura tentu ingin support portfolio companies," ujarnya kepada Bisnis, Senin (26/10/2020).

Sekadar informasi, portofolio perusahaan modal ventura yang 99,99% dimiliki oleh PT Bank Mandiri Tbk. ini memang didominasi sektor fintech.

Beberapa nama populer di bidang peer-to-peer lending yang mendapat gelontoran dana MCI di antaranya, Amartha, KoinWorks, Investree, dan Crowde.

Sementara di lini fintech payment ada platform pelat merah LinkAja dan PTEN, Cashlez, juga Gojek yang memiliki layanan GoPay. Ditambah platform kasir digital iSeller bersama Yokke, dompet digital DAM, dan financial planning Halofina.

"Untuk new investments, VC menjadi lebih selektif. Oleh sebab itu, kebanyakan mencari yang sudah later stage, karena dianggap less risky, meski valuation dan ticket size-nya lebih tinggi," tambahnya.

Langkah ini perlu diambil sebab fintech yang populer dan sedang tumbuh seperti payment dan P2P lending sekalipun punya potensi terdampak pandemi akibat melemahnya perekonomian.

Misalnya, fintech lending bisa limbung akibat banyaknya kredit bermasalah dari para nasabahnya, sementara transaksi digital berpotensi stagnan apabila ekonomi dan daya beli masyarakat masih terus menurun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hafiyyan
Terkini