Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menyiapkan regulasi terkait digitalisasi di industri asuransi, yang di antaranya mencakup insurtech. Rancangan regulasi itu dibahas bersama asosiasi untuk menyeimbangkan potensi bisnis dari digitalisasi dan aspek perlindungan konsumen.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah menjelaskan bahwa pihaknya bersama para pelaku bisnis sedang menggaungkan pemanfaatan teknologi di industri asuransi. Hal tersebut berkaitan dengan digitalisasi layanan dan perkembangan insurtech.
Otoritas menilai bahwa asuransi yang memanfaatkan teknologi digital sudah mulai berkembang, termasuk insurtech yang secara khusus mengoptimalkan teknologi. Bisnis tersebut memiliki potensi besar untuk meningkatkan penetrasi asuransi.
Nasrullah menilai bahwa perkembangan digitalisasi asuransi harus diantisipasi melalui regulasi yang baik. Menurutnya, perkembangan teknologi digital bisa menyimpan risiko jika tidak diregulasi, tetapi aturan itu sendiri akan mematikan industri jika terlalu ketat.
"Dalam kaitan dengan insurtech yang sekarang ini sedang digaungkan, kami juga sedang diskusi dengan asosiasi, bagaimana pengaturan masalah ini ke depan," ujar Nasrullah dalam webinar Strategi Sektor Keuangan Non Bank Dalam Dorong Pertumbuhan Ekonomi melalui Teknologi yang digelar Bisnis, Selasa (27/10/2020).
Berdasarkan penjelasan yang diperoleh Bisnis, sejumlah poin yang menjadi pembahasan dalam rancangan regulasi itu mencakup penggunaan teknologi informasi oleh perusahaan asuransi, baik yang kepemilikan sendiri maupun menggunakan pihak ketiga.
Pihak ketiga itu perlu diatur agar terdapat standardisasi kualitas, juga karena dapat memengaruhi risiko operasional perusahaan asuransi. Dalam mengembangkan teknologi informasi, pengendalian internal, keamanan, dan keandalan data menjadi faktor yang wajib dimiliki perusahaan asuransi.
Nasrullah menjabarkan bahwa otoritas memiliki dua tugas berdasarkan amanat Undang-Undang 21/2011 tentang OJK, yakni melindungi industri dan kepentingan konsumen. Hal tersebut mendasari pentingnya keberadaan regulasi terkait digitalisasi asuransi.
Saat ini, regulasi tersebut sedang digodok oleh otoritas bersama asosiasi asuransi, di antaranya adalah Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Pembahasan yang ada di tahap akhir kajian itu diperkirakan akan berbentuk Peraturan OJK (POJK), dengan harapan mendukung pasar dan konsumen.
"Kita tidak boleh meninggalkan momentum digitalisasi ini, tapi tidak boleh meninggalkan tanggung jawab untuk membuat industri lebih prudent, maju, dan masyarakat ikut terlindungi," ujar Nasrullah.
Rancangan aturan itu akan melengkapi Peraturan OJK (POJK) 44/2020 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank (LJKNB), yang juga memperhatikan perkembangan teknologi informasi di industri keuangan non-bank (IKNB).
"Kami mempersiapkan dan merampungkan RPOJK terkait dengan manajemen risiko teknologi informasi, dan ini diharapkan akan selesai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ini untuk mendukung kegiatan berbasis teknologi informasi di IKNB," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Riswinandi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel