Wisatawan Melonjak saat Libur Panjang, GIPI: Protokol Kesehatan Harus Tegas

Bisnis.com,29 Okt 2020, 21:46 WIB
Penulis: Rahmad Fauzan
Wisatawan domestik menikmati pemandangan Gunung Batur dari kawasan wisata Kintamani, Bangli, Bali, Rabu (28/10/2020). Sejumlah objek wisata di Pulau Dewata mulai dikunjungi wisatawan domestik dari berbagai daerah yang memanfaatkan masa cuti bersama dan libur panjang Maulid Nabi Muhammad SAW. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Bisnis.com, JAKARTA - Tren peningkatan industri pariwisata di sejumlah daerah di Tanah Air pada masa libur panjang 28 Oktober - 1 November 2020 yang ditandai dengan melonjaknya okupansi hotel harus diiringi dengan penerapan protokol kesehatan secara tegas.

Menurut Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedi, baik wisatawan, pelaku industri pariwisata, maupun aparat pemerintah mesti mengambil peran agar lonjakan tersebut tidak diiringi dengan munculnya kluster baru Covid-19.

"Saya ada kekhawatiran muncul klaster baru. Mudah-mudahan, para wisatawan dan pelaku industri dapat menjalankan protokol kesehatan dan aparat keamanan memastikan adanya pengawasan berupa sanksi yang tegas kepada pelanggar protokol," ujar Didien kepada Bisnis, Kamis (29/10/2020).

Menurutnya, pelaku industri sektor pariwisata mesti membantu pemerintah dalam penerapan protokol kesehatan dengan turut berperan sebagai gugus tugas Covid-19 guna memastikan tidak munculnya kluster baru.

Penerapan protokol kesehatan yang saat ini sudah dijalankan oleh pelaku industri pariwisata, lanjutnya, mesti diperkuat dengan sanksi tegas berupa denda, sehingga law enforcement dapat berfungsi secara maksimal.

Sebagai informasi, libur panjang yang jatuh pada akhir Oktober 2020 menjadi berkah bagi sektor perhotelan di sejumlah destinasi wisata. Destinasi-destinasi seperti Bogor, Bandung, Cirebon, dan Yogyakarta menjadi daerah yang mendapatkan berkah dari libur panjang kali ini.

Menurut Asosiasi Perusahaan Perjalanan Pariwisata (Asita), pemesanan kamar hotel di sejumlah daerah seperti kawasan Puncak Bogor, Bandung, Yogyakarta, dan Pangandaran, yang sebagian besar dilakukan via platform daring, melonjak tinggi hingga mencapai 90-100 persen.

Adapun, kenaikan angka okupansi hotel diringi dengan harga rata-rata kamar hotel yang rendah. Adapun, harga rata-rata kamar hotel di daerah-daerah destinasi wisata saat ini 20-30 persen lebih rendah dibandingkan dengan masa normal.

Menanggapi hal tersebut, Didien menilai penurunan harga kamar hotel yang terjadi merupakan bagian dari upaya promosi demi menjaga keberlangsungan tren positif industri pariwisata Tanah Air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Oktaviano DB Hana
Terkini